Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan pengupahan DKI Jakarta menunda sidang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2016 yang dijadwalkan hari ini. Penundaan terjadi karena anggota dewan pengupahan masih membutuhkan waktu untuk mempelajari Peraturan Pemerintah Nomor (PP) 78 Tahun 2015 tentang pengupahan yang baru saja disahkan oleh pemerintah.
Pimpinan sidang sekaligus Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta, Priyono, mengatakan pihaknya baru menerima PP Pengupahan pagi tadi.
"PP kami terima jam 09.15 WIB pagi tadi. Makanya tadi kami perbanyak supaya rekan dewan pengupahan lainnya memahami benar isi PP itu," kata Priyono, ketika ditemui usai sidang, di Gedung H, Balai Kota, Jakarta, Rabu (28/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Priyono yang juga sebagai anggota dewan pengupahan dari unsur pemerintah, mengatakan sidang penetapan UMP ditunda karena dewan pengupahan perlu memahami PP pengupahan tersebut terutama mengenai formula penetapan UMP.
"Kita juga perlu pertimbangan formula yang selama ini dipakai Pemprov DKI Jakarta. Selain itu, banyak dari kalangan pekerja yang menolak (PP Pengupahan baru) sehingga perlu pemahaman. Jangan sampai kami enggak tahu isinya kami tolak,"ujarnya.
Meskipun belum memahami PP Pengupahan tersebut, Priyono mengatakan adanya PP itu pasti mempertimbangkan kepentingan pengusaha dan buruh. Dia memastikan sidang lanjutan penetapan UMP akan digelar esok hari.
"Sidang lanjutan besok jam satu, tempatnya di sini juga, Balai Kota," kata Priyono.
Sementara itu, Muhammad Toha, anggota dewan pengupahan dari unsur pekerja mengatakan dirinya setuju saja dengan ditundanya penetapan UMP 2016.
"Yang namanya pembahasan kami tidak sendiri. Tadi ada perminta dari saudara APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) jangan hari ini. Ya sudah," kata Toha.
Menurutnya pihaknya memaklumi agar semua pihak memahami PP Pengupahan yang baru saja disahkan kan pemerintah. Dari unsur pekerja dia mengatakan jika formula yang digunakan mengikuti PP Pengupahan baru maka upah pekerja di Jakarta akan semakin dari daerah lain seperti Bekasi.
"Kalau dalam kondisi sekarang pakai formula PP Pengupahan terbaru,maka lima tahun ke depan akan ketinggalan dengan daerah lain. Sementara kami di sini pakai PP baru, siapa yang bisa menjamin di daerah lain pakai PP pengupahan terbaru juga," ujarnya.
Di lain pihak, anggota dewan pengupahan dari unsur pengusaha, Sarman Simanjorang, mengatakan dibutuhkan payung hukum yang kuat untuk menentukan formula penetapan UMP agar bisa dipertanggunjawabkan ke publik.
"Kami ingin penetapan UMP ini betul-betul ada dasar hukumnya, kalau masalah Kebutuhan Hidup Layak (KHL) itu udah diputusin Rp2,98 juta. Tapi kami diberikan lagi PP yang baru, kami perlu pakai PP yang ini atau yang lama, kami butuh waktu," kata Sarman.
Sarman, yang juga menjabat sebagai wakil Kadin Jakarta mengatakan agar memiliki dasar hukum yang jelas maka dia ingin dewan pengupahan berkonsultasi dulu ke biro hukum Pemprov Jakarta. Menurutnya, penetapan UMP ini bukan semata-mata kepentingan buruh tapi ini juga kelangsungan pengusaha.
"Kami ingin setelah diputuskan kami bisa pertanggungjawab ke publik, saya pengusaha. Pengusaha akan nanya kamu menetapkan PP dasarnya apa, kami mau nanti semua itu bisa terjawab," ujarnya.
Meskipun begitu, dia berharap sebelum 1 November, nilai UMP sudah dapat diputuskan agar perusahaan yang tidak mampu bisa mengajukan penangguhan ke gubernur atau dinas dan pada Januari tahun depan bisa diterapkan.
(meg)