Rehabilitasi Dinilai Lebih Efektif Dari Hukuman Kebiri

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Jumat, 30 Okt 2015 19:12 WIB
Aktivis ECPAT Indonesia Erna Singereta menilai ide hukuman kebiri dari pemerintah mencerminkan bahwa pemerintah terlalu menyederhanakan masalah.
Pemerintah saat mengumumkan rencana hukuman kebiri kimiawi kepada penjahat seksual anak. (Detikfoto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) mendesak pemerintah menjalankan sistem rehabilitasi dibandingkan hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual.

Direktur Institut Pemberdayaan Perempuan dan Anak Indonesia Ninik Rahayu mengatakan rehabilitasi lebih efektif daripada memberikan hukuman kebiri.

"Mengapa bukannya sistem rehabilitasi yang dibangun. Ini malah dengan hukuman kebiri yang justru merupakan kekerasan juga," kata Direktur Institut Pemberdayaan Perempuan dan Anak Indonesia Ninik Rahayu di Jakarta, Jumat (30/10).
Ninik mengatakan pelaku kekerasan seksual perlu mendapatkan rehabilitasi di mana rehabilitasi itu diberikan saat pelaku menjalani hukuman pidana. Rehabilitasi dinilai perlu agar pelaku tidak mengulangi perilakunya sehingga tidak muncul lagi korban-korban baru.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setidaknya mereka belajar penghargaan kepada tubuh, bagaimana relasi laki-laki dan perempuan, dan bagaimana fungsi alat alat reproduksi," kata Ninik.
Hal yang lebih penting lagi, kata Ninik, adalah rehabilitasi kepada para korban. Sebabnya, banyak korban kekerasan seksual (khususnya kasus paedofil) yang menjadi pelaku saat sudah bertumbuh dewasa.

"Harus ada pemulihan korban. Selama ini di undang-undang, pemulihan belum jadi prioritas. Tidak ada upaya negara untuk memulihkan kesehatan psikologis korban," kata Ninik.

Di sisi lain, aktivis ECPAT Indonesia Erna Singereta menilai ide hukuman kebiri dari pemerintah mencerminkan bahwa pemerintah terlalu menyederhanakan masalah. Sebabnya, kata Erna, kekerasan seksual bukan hanya dapat dilakukan dengan alat kelamin, melainkan dengan berbagai cara.
"Bukan salah penisnya karena kejahatan seksual juga bisa dilakukan tanpa alat kelamin," katanya.

Erna berpendapat pemerintah sebaiknya mempertegas bahwa pelaku kekerasan seksual harus mendapatkan hukuman seberat-beratnya. Ia menilai pemerintah sebaiknya mengedarkan surat ke kejaksaan agar menghukum pelaku kekerasan seksual dengan berat.

"Rencana pemerintah membuat hukuman kebiri sangat tidak tepat. Selama ini saja, hukuman kepada pelaku kekerasan seksual sangat ringan," katanya.

Sejumlah LSM juga telah menyurati Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang mengecam pernyataan Ketua KPAI Asrorun Ni'am Sholeh bahwa hukuman kebiri tidak melanggar hak asasi manusia (HAM). Namun, sampai saat ini, KPAI belum membalas surat tersebut.

LSM yang menentang hukuman kebiri di antaranya ICJR, Elsam, KontraS, LBH Pers, Mappi FH UI, CDS, HRWG, PKBI, KPI, YLBHI, PSHK, LeIP, IPPAI, ECPAT Indonesia, LBH APIK Jakarta, dan Imparsial.

Ada juga SCN-CREST, KePPaK, PULIH, IPPI, Sapa Indonesia, Seprlima, YPA, Institute Perempuan, CWGI, Magenta, YPHA, Kalyanamitra, Rumpun Gema Perempuan, dan Perhimpunan Rahima yang turut menolak diadakan hukuman kebiri. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER