Setara Institute Kecam Jaksa Agung-Menhan soal Sidang 1965

Anggi Kusumadewi | CNN Indonesia
Rabu, 11 Nov 2015 15:13 WIB
Menhan Ryamizard Ryacudu membandingkan peristiwa 1965 dengan berbagai pembunuhan yang dilakukan Belanda pada masa penjajahan di Indonesia.
Jaksa Agung Prasetyo. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga advokasi dan pemerhati demokrasi, kebebasan politik, dan hak asasi manusia Setara Institute mengecam pernyataan Jaksa Agung Prasetyo dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu soal Pengadilan Rakyat Internasional atas Kejahatan Kemanusiaan 1965 yang terjadi di Indonesia atau International People’s Tribunal (IPT) 1965.

Pengadilan Rakyat Internasional soal Tragedi 1965 itu mulai digelar kemarin di Den Haag, Belanda, dengan mendengarkan keterangan saksi-saksi yang merupakan korban peristiwa 1965.

“Pernyataan Jaksa Agung dan Menhan RI menunjukkan secara nyata kualitas kepemimpinan keduanya yang antipengungkapan kebenaran. Keduanya adalah musuh humanisme karena tidak memiliki keberpihakan sama sekali pada pengungkapan kebenaran,” kata Ketua Setara Institute Hendardi melontarkan kritik pedas, Rabu (11/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ikuti terus perkembangan pengadilan ini di Fokus: SIDANG RAKYAT TRAGEDI 1965 DIGELAR

Menurut Hendardi, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan juga tidak mampu mengendalikan Prasetyo dan Ryamizard selaku bawahannya untuk bekerja sesuai janji Jokowi guna menuntaskan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia berat di Indonesia.

Padahal, ujar Hendardi, “Ketika pemerintah enggan menyelesaikan utang masa lalu, maka berbagai inisiatif dari mana pun, termasuk luar negeri, akan terus bermunculan untuk menagih utang itu.

“Pelanggaran berat HAM telah menjadi kepedulian universal. Jangan bersikap picik, tidak mau menyelesaikan masalah tapi sewot ketika pihak lain hendak mengungkap kebenaran,” kata Hendardi, kembali melemparkan kritik pedas.
Sebelumnya, Jaksa Agung Prasetyo mengatakan masalah pelanggaran HAM 1965 sebaiknya diselesaikan sendiri oleh pemerintah Indonesia tanpa campur tangan asing.

Sementara Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu terang menyatakan tak sepakat dengan digelarnya Pengadilan Rakyat Internasional 1965, dan membandingkan sejarah kelam Indonesia itu dengan berbagai pembunuhan yang dilakukan Belanda pada masa penjajahannya di Indonesia.
Dalam IPT 1965, negara Indonesia duduk sebagai terdakwa. Indonesia dituduh melakukan pembunuhan, perbudakan, penahanan, penyiksaan, penganiayaan, penghilangan paksa orang-orang, dan penganiayaan melalui propaganda.

Semua tindakan tersebut dituding bagian dari serangan meluas dan sistematis yang ditujukan kepada Partai Komunis Indonesia dan orang-orang yang diduga sebagai simpatisannya.

Koordinator IPT 1965 Nursyahbani Katjasungkana berharap melalui pengadilan rakyat itu, pemerintah Indonesia mau mengakui kejahatan yang dilakukan negara terhadap rakyatnya usai peristiwa Gerakan 30 September 1965. (agk)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER