Jaksa Agung: Saksi 1965 Jangan Takut Kembali ke Indonesia

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Jumat, 13 Nov 2015 15:37 WIB
Prasetyo siap menyambut para saksi dan Tim Sidang Rakyat 1965 setibanya mereka dari Belanda. Ini hari terakhir IPT digelar. Indonesia jadi sorotan dunia.
Martin Aleida, korban tragedi 1965, bersaksi di Pengadilan Rakyat Internasional yang digelar di Den Haag, Belanda. (Dok. Flickr International People's Tribunal Media)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengimbau tim jaksa, pengacara, dan para saksi Pengadilan Rakyat Internasional atas Kejahatan Kemanusiaan 1965 (International People’s Tribunal 1965), untuk tak takut pulang ke Indonesia.

Hari ini, Jumat (13/11), IPT 1965 yang digelar di Den Haag, Belanda, memasuki hari terakhir. Sidang rakyat yang menghadirkan para korban Tragedi 1965 sebagai saksi itu dimulai sejak Selasa pekan ini.

"Kenapa (saksi) harus takut? Tidak perlu takut. Kembali ya kembali saja, kan tidak ada masalah lagi. Kalau takut berarti salah kan? Kalau tidak salah ya pulang saja ke sini (Indonesia)," ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta.
Kekhawatiran para saksi dan pihak-pihak yang terlibat IPT 1965 sempat dilontarkan oleh advokat Todung Mulya Lubis saat pembukaan sidang rakyat itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada kami ketika pulang dari sini (Belanda). Sangat mungkin kami dituduh mengeringkan kain kotor di tempat terbuka, memperlihatkan sisi gelap masyarakat dan bangsa kami, dan karenanya kami akan dianggap sebagai pengkhianat,” ujar Todung.

Bukan tak mungkin pula, kata dia, Tim IPT 1965 akan diinterogasi oleh otoritas Indonesia, bahkan ditahan.
Kecemasan Todung itu mendapat jawaban dari Prasetyo. Dia mengatakan siap menyambut para saksi dan tim IPT 1965 saat mereka kembali ke Indonesia.

“Nanti datanglah ke Kejaksaan Agung, akan kita sambut," kata Prasetyo.

Dalam sidang IPT 1965, Indonesia duduk sebagai terdakwa. Negara dituduh melakukan pembunuhan, perbudakan, penahanan, penghilangan paksa, dan penganiayaan melalui propaganda terhadap anggota Partai Komunis Indonesia dan orang-orang yang diduga sebagai simpatisan PKI.

Hasil IPT 1965 diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah Indonesia untuk mengakui kejahatan yang dilakukan negara terhadap rakyatnya usai Gerakan 30 September 1965. (agk)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER