Jakarta, CNN Indonesia -- Anne-Ruth Wertheim, putri pendiri Komite Indonesia, Wim Wertheim, menyatakan Pengadilan Rakyat Internasional atas Kejahatan Kemanusiaan periode 1965 di Indonesia atau
International People’s Tribunal (IPT) 1965 merupakan penantian yang telah lama didambakan dunia internasional.
Melalui IPT 1965, Anne-Ruth yakin mata dunia bakal terbuka dan Indonesia tidak bisa mengelak dari sejarah kelam pembantaian massal yang pernah terjadi pada pertengahan dekade 1960-an.
"Pengadilan ini akan didengar dunia dan dengan adanya media sosial, orang-orang akan mengetahui apa yang terjadi di sini (IPT 1965 di Den Haag). Informasi itu tidak bisa dibendung lagi, dan orang-orang harus tahu dan akan mengetahuinya," kata Anne-Ruth di arena Pengadilan Rakyat 1965 di Den Haag, Belanda, Kamis (12/11). (Simak Fokus:
SIDANG RAKYAT TRAGEDI 1965 DIGELAR)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komite Indonesia yang dibentuk Wim Wertheim adalah organisasi solidaritas Belanda yang pertama kali mengangkat isu “pembantaian” pada tahun 1965 di Indonesia ke dunia internasional.
Anne-Ruth menyatakan keluarga Wertheim merasa perlu membuat komite guna memberikan informasi mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Indonesia.
Menurut Anne-Ruth, dunia tak boleh tinggal diam dengan pelanggaran hak asasi manusia serius. Oleh karena itu, kata dia, seseorang perlu menjelaskan tentang apa yang terjadi di Indonesia.
"Ketika Indonesia tidak bisa berbuat sesuatu, maka dunia internasional harus berbuat sesuatu," kata Anne-Ruth.
Wertheim merupakan keluarga Belanda yang selalu memperhatikan perkembangan di Indonesia. Wim Wertheim berinisiatif untuk menulis dan menjelaskan persoalan “genosida” 1965 di Indonesia ke semua orang.
"Tetapi kala itu seolah-olah tidak ada yang mendengarkan," kata Anne-Ruth.
Kini dengan adanya sidang rakyat internasional 1965, Anne-Ruth yakin dunia tidak bisa lagi mengelak dari fakta yang tersaji berdasarkan kesaksian para korban dan pelaku sejarah 1965.
Terlebih, dengan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman saat ini, informasi seputar 1965 bakal menjadi viral. Indonesia tak lagi bisa menghindar dari sorotan dunia.
Dalam IPT 1965, Indonesia duduk sebagai terdakwa. Negara dituduh melakukan pembunuhan, perbudakan, penahanan, penghilangan paksa, dan penganiayaan melalui propaganda terhadap anggota Partai Komunis Indonesia dan orang-orang yang diduga sebagai simpatisan PKI.
Hasil Pengadilan Rakyat 1965 nantinya diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah Indonesia untuk mengakui kejahatan yang dilakukan negara terhadap rakyatnya usai Gerakan 30 September 1965.
G30S ialah tragedi berdarah pada malam 30 September 1965 di mana tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh. Peristiwa semalam itu diduga memicu pembunuhan massal di berbagai daerah di Indonesia terhadap mereka yang dituding sayap kiri.
Jaksa Penuntut Umum pada IPT 1965, Todung Mulya Lubis, mengatakan sidang rakyat itu digelar bukan untuk membela PKI, melainkan untuk mengungkap kebenaran dalam kasus dugaan kejahatan kemanusiaan pada periode 1965 seperti yang juga menjadi kesimpulan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
(agk)