Jakarta, CNN Indonesia -- Langkah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Setya Novanto dalam melobi pembelian pesawat amfibi US-2 dari Jepang dinilai menyalahi kewenangan. Pasalnya, hal itu merupakan wewenang pemerintah, bukan parlemen.
Analis militer Connie Rahakundini Bakrie mengatakan, meskipun salah satu fungsi parlemen melakukan lobi politik, namun dalam melobi alat utama sistem pertahanan (alutsista) harus dilakukan oleh komisi yang bersangkutan, yaitu komisi pertahanan.
"Jadi misalnya kita mau beli pesawat amfibi ini maka fungsi lobinya harus di Komisi I bersama-sama Kementerian Pertahanan," kata Connie kepada
CNN Indonesia, Selasa (17/11).
Lulusan Asia Pacific Center for Security Studies (APCSS) Honolulu, Hawaii, ini heran dengan tindakan Setya. Menurut Connie, politisi Partai Golkar itu seharusnya menyerahkan pengadaan pesawat amfibi itu kepada Kementerian Pertahanan. Sebab dana dan kebijakan pertahanan termasuk pengadaan Alutsista, peta jalan, dan anggarannya ada di kementerian pimpinan Ryamizard Ryacudu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setya Novanto menurut saya tidak boleh melakukan peran tersebut karena dia pemimpin lembaga tinggi negara, dan dengan jabatannya tersebut susah orang memisahkan peran dia sebagai pribadi atau ketua parlemen," ujar Connie.
Connie menjelaskan spesifikasi pesawat yang diproduksi ShinMaywa Industries itu. US-2 merupakan pesawat amfibi Short Take Off and Landing (STOL) yang dapat mendarat di tanah dan air. Salah satu keunggulan pesawat ini mampu menahan gelombang ombak setinggi 3 meter.
Spesifikasi pesawat amfibi US-2 ini antara lain mampu membawa 11 awak dan 20 penumpang dengan beban maksimal hingga 17 ton. Pesawat ini juga mampu melaju 560 kilometer per jam dengan mesin 4 × Rolls-Royce 2100J turboprop, 3,424 kW (4,591 shp), dan 6 baling-baling Dowty R414.
Connie berpendapat kualitas alutsista buatan Jepang memiliki pesaing dari negara maju lainnya. Pesawat buatan Rusia juga dilirik TNI AU, begitu pun dengan pabrikan asal Kanada.
"Ada yg percaya ToT dengan Jepang lebih mudah dilakukan, dan kalau ini betul akan menjadi kesempatan besar bagi majunya industri pertahanan kita," kata Connie.
PT Dirgantara Indonesia, menurutnya, dapat melakukan kerjasama dalam bidang penelitian, produksi dan permodalan.
"Jepang per 2014 telah melunakkan sikap untuk prinsip-prinsip pengalihan alutsista, yang memungkinkan bagi Jepang untuk mengeskpor senjata dalam keadaan tertentu," jelasnya.
Sejak Mei lalu, Connie menyebut Menteri Pertahanan telah berniat membeli pesawat amfibi US-2 tersebut. Rencana itu, tambahnya, muncul karena adanya kebutuhan militer.
"Hingga saat ini masih pengkajian dan tidak masuk anggaran 2016," katanya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Muda Muhammad Zainuddin menyatakan, saat ini pihaknya belum membutuhkan pesawat amfibi US-2 buatan Jepang tersebut.
Karena itu, hingga saat ini TNI belum berencana membeli pesawat buatan Jepang itu. Menurut Zainuddin, pengadaan pesawat tersebut tidak masuk dalam rencana strategis kekuatan pokok minimal atau Minimum Essential Forces (MEF).
"Di renstra MEF (pesawat amfibi itu) tidak ada, dan menurut saya kami belum punya doktrin operasionalnya," tegas Zainuddin saat dihubungi
CNN Indonesia.
"Kami belum ada rencana beli pesawat tersebut," katanya.
Sebelumnya, wacana pembelian pesawat amfibi itu dilakukan Setya di sela kunjungan DPR RI ke Jepang. Saat itu pihaknya tengah meningkatkan kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Jepang, selain membahas masalah keamanan di Laut China Selatan yang dinilai semakin menegang.
Setya membahas rencana pembelian alat utama sistem pertahanan (Alutsista) bersama Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Salah satu Alutsista yang dibahas yaitu pesawat amfibi US2 pabrikan ShinMaywa.
ShinMaywa US-2 merupakan pesawat amfibi yang biasa digunakan untuk keperluan pencarian dan penyelamatan atau search and rescue (SAR). Angkatan Bersenjata Jepang saat ini menjadi satu-satunya pengguna pesawat amfibi tersebut. Belakangan, Angkatan Laut India dikabarkan berminat membeli 15 hingga 18 ShinMaywa US-2 dengan anggaran US$1,65 miliar.
(gir/gir)