Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung mengendus adanya potensi permufakatan jahat yang dilakukan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto saat dirinya bertemu dengan petinggi Freeport dan seorang pengusaha minyak Juni lalu.
Potensi permufakatan jahat berujung tindak pidana korupsi muncul setelah rekaman pertemuan Setya Novanto dengan petinggi Freeport dan pengusaha minyak terbuka sejak bulan lalu.
Adanya potensi permufakatan jahat yang dilakukan Setya Novanto membuat Kejagung mulai bergerak menyelidiki perkara tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya, saat ini penyelidikan telah dimulai," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Korupsi (JAMpidsus) pada Kejagung, Arminsyah, saat dihubungi, Selasa (1/12).
Penyelidikan yang dilakukan Kejagung juga telah diakui oleh Jaksa Agung Muhammad Prasetyo. Menurut Prasetyo, penyelidikan dilakukan hanya terhadap dugaan adanya permufakatan jahat yang dilakukan kala Setya Novanto bertemu petinggi Freeport.
"Nanti kita tunggu dulu hasil pendalamannya. Saat ini yang jelas masih penyelidikan. Tentang permufakatan jahat sendiri kan ada di hukum positif dan itu diatur dalam undang-undang," kata Prasetyo.
Tindak pidana permufakatan jahat yang berujung pada korupsi telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Merujuk peraturan tersebut, orang yang terbukti melakukan permufakatan jahat untuk melakukan korupsi dapat dikenakan pidana penjara maksimal seumur hidup, atau sesingkat-singkatnya empat tahun penjara. Denda sebanyak Rp200 juta hingga Rp1 miliar juga akan diberikan kepada terdakwa pelaku permufakatan jahat.
Perkara dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo oleh Setya Novanto mulai terungkap setelah Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan hal tersebut ke Mahkamah Kehormatan Dewan pertengahan bulan lalu.
Dalam laporannya, Setya Novanto disebut telah mencatut nama Presiden untuk mengamankan perpanjangan kontrak karya PT Freeport yang akan habis masanya pada 2021 mendatang.
Hingga saat ini, MKD diketahui masih membahas perkara tersebut secara internal. Belum ada sanksi atau putusan yang dikeluarkan MKD menanggapi laporan Said.
(bag)