Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Kehormatan Dewan DPR memutarkan rekaman pembicaraan yang diduga terjadi antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha Muhammad Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Rekaman diperdengarkan Rabu petang (2/12) dalam sidang pemeriksaan MKD terhadap Menteri ESDM Sudirman Said selaku pelapor kasus dugaan pelanggaran kode etik oleh Setya Novanto terkait pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden dalam lobi perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.
Berikut transkrip rekaman tersebut yang telah beredar luas di masyarakat:
MS: Maroef Sjamsoeddin
SN: Setya Novanto
MR: Muhammad Riza Chalid
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
SN: Pengalaman saya ya Pak. Presiden ini agak koppig (kopeh --Bahasa Belanda) tapi bisa merugikan semua. Contoh yang paling gampang itu PSSI. Apa susahnya ini ya, saya bicara. Saya harus bicara Freeport itu saya bicara dulu PSSI. Saya bilang, Pak Presiden pengalaman saya zaman SBY, SBY turun tangan.
TV yang sudah menyiarkan liga dan lakunya bukan main, terpaksa harus dihentikan karena sudah teriak-teriak, ini menyangkut sponsor, pengangguran mereka, menyangkut macem-macem. Jadi bisa menurunkan juga kredibilitas isu-isu presiden.
Presiden, Pak Ketua khusus PSSI saya tidak ada apa, apa tidak ikut campur dengan pihak mereka. Supaya Indonesia itu bangkit. Saya bilang, ada peraturan FIFA mengharuskan. Kalau saya yang kurang menguasai, Ketua MA menyampaikan hukum-hukumnya. Disampaikan Pak, hukum-hukumnya. Kalau sudah bilang enggak, ya enggak, susah kita. Tetap saja. Kita dikte saja. Gitu Pak. Koppignya dia buat bahaya kita. Kedua, Ketua MA sampai merasani sama saya enggak berkenan sama presiden. Wah gak cocoklah.
MS: Chemistry enggak nyambung.
SN: Enggak nyambung Pak. Ketemu dua kali di tempatnya Menteri PAN, waktu pelantikan ngobrol itu lagi. Ketemu lagi. Enggaak. Ini harus kita rekayasa pak.
MS: Pengalaman ini ya Pak.
SN: Kadang-kadang dia kalau egonya ketinggian, ngerusak Pak. Ngono Pak. Makanya pengalaman-pengalaman saya sama dia, begitu dia makin dihantam makin kenceng dia. Nekat Pak. Waah.
MR: Saya kaget itu Pak, Saya kan kenal Jokowi, lama sekali Pak. Saya itu jodohin terakhir, ngedorong Jokowi jadi capres. Saya, Pak Hendropriyono dan Pak Budi Gunawan. Seminggu sekali kita rapat di rumah Pak Hendro ama Jokowi. Paling lambat dua minggu sekali, selama setahun sebelum capres Pak. Walaah alot Pak, saya suruh ganti baju. Wah, Pak ganti baju dong. Saya ngobrol sama Karni Ilyas dia kan sosialis. Sosialis kok pengusaha, kalau sosialis. Itu bukan
SN: Berbahaya Pak. Bahaya kalau dia selalu begitu. Ada lagi pengalaman saya Pak.
MS: Oke.
SN: Pengalaman yang betul-betul saya mengalami bersama-sama Pak ini, bersama-sama Pak Luhut. Akhirnya saya minta tolong Pak Luhut, untuk memulai pemilihan Kapolri. Itu asli Pak. Bagaimana itu kita berusaha supaya Budi, karena Ibu Mega yang call, yang telpun. Itu kita pakai apa aja enggak Pak. Itu bisa terjadi pada saat beliau mau ke DPR. Bingung dia Pak menghadapi DPR gitu.
Disuruhlah Menkopolhukam, sama Setneg, sama Mendagri ketemu saya. Saya bilang udah deh nanti kita atur duduknya gini, enam pertanyaannya saja deh. Itu telpun lagi, tadi kan semua tim. Dia minta dua saja. Duduknya minta yang santai, sesantainya, tidak ada pertanyaan yang ini. Wah nanti cuma bulat-bulat itu Pak. Bagaimana saya menenangkan fraksi-fraksi supaya mau begitu kan. Banyak akal, pokoknya bisalah. Dia datang, kita akali.
Soal BG itu, pokoknya lari ke BG minta kapolri dia. Nanti Pak Luhut. Saya cepet-cepet ke Pak Luhut gimana jalan keluarnya. Pak Luhut kasih jalan. Entar gini. kita malam-malam ya waktu itu. Entar jawabannya gini aja, Presiden ngomong gini soal BG akan kita serahkan kepada nanti yang terpilih. Siapapun yang diusulkan oleh pejabat yang terpilih setuju. Ayo kita draft. Draft kita bertiga. Bener Pak Luhut itu. Begitu draft selesai, Pak Luhut jam 9 keluar lagi, Wah kalau Pak Jusuf Kalla datang nanti bisa berubah. Pak Jusuf Kalla itu ngotot BG. Ini bener, Pak Jusuf Kalla itu bener.
Itu pun diatur gimana akhirnya Presiden bisa perintahkan Pak Jusuf Kalla enggak datang. Dia pindahkan ke sana, pindah ada acara. Padahal kita sudah siapin tempatnya itu pak. Jadi satu itu, satu ini. Jadi waktu pagi-pagi kita rapat jam 10 mundur jam 10,30. Itu jam 08.00 Pak Luhut datang. Catat aja begitu banyak. Kata Pak Luhut, jangan. Ini cukup selembar ini. Saya sudah runding. Betul kan saya sudah ketemu Pak Ketua.
Waktu dia datang, saya buat bercanda buat apa, buat apalah semua. Akhirnya kita duduk. Saya lihat dia bawa tas kayak orang norak. Ajudan bawa tas yang isinya banyak yang banyak itu. Itu kertasnya ini. Terus gimana Pak Luhut. Bapak periksa aja. Nanti saya atur, saya ngomong, bapak ngomong. Kira-kira nanti kan ada dua hal, soal masalah Kapolri dan soal masalah APBN. Terus dia ambil. Saya lihat lirikan kertas yang mana yang diambil, kertasnya Pak Luhut.
Jadi waktu di APBN semua fraksi ngomong tapi semua ngomong BG, semua ngomong BG. PDIP ngantem Presiden. Dia berbisik-bisik, masak PDIP sendiri ngantem saya, saya kan Presiden. Tapi gak peduli apapun kehendak Bu Mega gak peduli. Dijawab pertanyaannya. Setelah saya dengarkan semua soal Pak Budi Gunawan, semua saya turut tampung tetapi mekanismenya adalah saya serahkan kepada Kapolri yang terpilih. Persisnya itu dibaca begitu. Dibaca. Ini pengalaman Pak ya. Selesai, sampailah cerita itu ke Ibu Mega. Marahlah pokoknya, sampai ke Solo dan macam-macam.
MR: Di Solo ada…., ada Surya Paloh, ada si Pak Wiranto pokoknya koalisi mereka, dimaki-maki Pak, Jokowi itu sama Megawati di Solo. Dia tolak BG. Gila itu, saraf itu. Padahal, ini orang baik kekuatannya apa, kok sampai seleher melawan Megawati. Terus kenapa dia menolak BG. Padahal pada waktu Pilpres, kita mesti menang Pak. Kita mesti menang Pak dari Prabowo ini. Kalian operasi, simpul-simpulnya Babimnas. Bapak ahlinya, saya tahu saya tahu itu. Babimnas itu bergerak atas gerakannya BG sama Pak Syafruddin. Syafruddin itu Propam. Polda-polda diminta untuk bergerak ke sana. Rusaklah kita punya di lapangan.
SN: Termasuk Papua
MR: Termasuk Papua. Noken kita habis.
SN: Habis Pak, hampir setengah triliun.
MR: Kapolda Papua itu kan sahabat saya, sahabat deket.
MS: Tito.
MR: Tito. Akhirnya ditarik ke Jakarta supaya nggak menyolok, jadi Asrena. Sekarang Papua sudah jalan, kasih hadiah sama Jokowi. Padahal maunya Jakarta bukan dia. Pak BG maunya bukan Tito. Pak BG maunya Pak Budi. Tapi Budi ditaruh Bandung. Tito Jakarta. Yang minta Jokowi.
SN: Jawa Barat hahaha.
MR: Gila Pak. Alot orangnya, Pak.
SN: Pengalaman itu, maksudnya saya pengalaman itu. Jadi kita harus pakai akal. Kita harus pakai ini. Kuncinya kan ada kuncinya. Kuncinya kan ada di Pak Luhut, ada saya. Nanti lempar-lemparan. Ada dia strateginya. Cek gocek.
MR: Darmo ini disayang sama dia karena, si Darmo kalau presentasi, lulusan Amerika, sudah kuliah Phd pintar. Jokowi happy terus. Ini saya tahu. Darmo ngomong Pak itu didengerin. Gitu Pak
SN: Cuma sudah dibeli gara-gara ketemu bapak, dikunci, sreeeet. Berubah.
MR: Dikawaninlah.
MS: Hasil lobi ya.
SN: Semuanya, semua Istana beliau bisa biaya yang lain-lain, biayain semualah.
MR: Sebelum bubarin Pak, kalau gak gini Pak. Saya ini kan pedagang, Saya ikutan politik kan karena teman-teman saja. Baik, gak cerai. Saya pedagang. Saya bilang eh ini saatnya damai. Kita kumpulin semua yuk. Kumpul Bang Ical, Anis Matta, Hatta, pokoknya semua kita kumpul.
SN: Panggil Pak Luhut.
MR: Kita undang Pak Luhut datang. Saya siapkan depan. Ada Pak Luhut sama timnya. Saya bilang itu, saat ini kita sudah kalah. Kalah Pilpres. Tapi kita akan balas tahun 2019. Cuma sekarang kita harus berdamai membangun negara. Jangan ikut. Presiden sama Wapres enggak boleh diganggu, saya bilang. Kita cari makan. Sekarang Pak Luhut yang ada di sana. Ini temen-temen dan kita minta ikutlah Pak Luhut. Coba Pak Luhut sampaikan ke Jokowi. Kalau mau sepakat begitu kita dukung. Ini saran saya. Mulai ngomong rurururuurr…
Akhirnya sepakat Pak malam itu, oke kita dukung Jokowi-JK supaya sukses. Nanti 2019 ceritanya lain. Langsung deh pada dukung Jokowi, pada ketemu Jokowi semua. Prabowo apa dukung Jokowi. Sejak itu. Makanya Pak, DPR gak pernah ganggu Jokowi. Gak pernah ganggu Jokowi. Malah yang enggak mendukung Jokowi itu PDIP. KMP enggak, semuanya mendukung. Itu kita happy juga sih. Kalau negara aman kita punya jalan. Tapi kalau ribut terus di palemen, pusing kepala. Bayangin sudah kurang aman negara, ekonominya ancur.
SN: Kesalahan menteri-menterinya juga.
MR: Ya Presiden juga andil.
SN: Ya kita harus jujur.
MR: Kalau Pak JK Presiden.
SN: Wah terbang kita.
MR: Atau dia pasrahin Pak JK urus ekonomi saja, saya pergi dah blusukan. Pak JK urus saja ekonomi.
SN: Ya tapi sekarang sudah dibatasin terus Presiden.
MR: Obyektif ya Pak, kita pengi ada growth, bisnis kita jalan, semua orang gitu kan. Gaji lancar pajaknya gak gila-gilaan. Pajaknya gila Pak. Pajaknya dahsyat Pak.
MS: Semua macam-macam dipajakin ya.
SN: Hancur.
MR: Iya.
SN: Mobil jeblok, orang beli gak bisa. Perbankan gak mau lagi, hancur.
MR: Kalau Freeport mah gak ada kaitannya sama ini. Kalau saya ada ritel, saya punya air lines, hancur berdarah. Rupiahnya jelek marketnya drop. Saya ada perusahaan ritel, saya punya toko-toko orang perempuan di mall-mal, gubrak, waduh gila pak. Bagaimana nasibnya. Perkebunan sawit juga jeblok perusahannya. Gimana pula.
SN: Gak ada uang.
MR: Gak ada uang. Rakyat udah gak ada uang. Gak ada demand, drop.
MS: Itu konsep PP 15 untuk sawit gak jalan Pak? Padahal itu konsepnya Presiden untuk CPO.
MR: Hancur Pak, hancur Pak.
SN: Presiden itu senang meresmikan meresmikan. Tapi sekarang gak jalan. Sekarang dia serahin ke Pak Jusuf Kalla. Saya ketemu Pak Jusuf Kalla. Jusuf Kalla bilang wah ini banyak yang gak jalan. Saya bilang jangan meresmikan terus.
MR: Kalau Pak JK itu pengusaha.
SN: Bagus itu Pak.
MS: Dia bisa menghitung.
MR: Bagus Pak. Dia bisa mengcreate. Kalau tahu sekarang kita lagi berdarah. Dia gak mungkin menghindari, dia tidak akan diam. Dia akan cari akal. Jokowi mana mau ketemu kita. Allah.
SN: Ini kaya PSSI babak belur.
MS: Kita kan sponsor Persipura. Bubar Pak. Pada ngirim surat mau membubarkan. Kasihan Persipura.
MR: Pemain bola itu kalau dia gak main dua bulan, otot-ototnya rusak semua.
MS: Drop semua. Sakit semua. Sakit jantung semua Pak.
SN: Kembali itu Pak. Pak Luhut ditakutin, enggak bisa enggak.
MR: Sebetulnya lepas dari apapun, nasibnya jelek. Jujur saja ya Pak, nasibnya jelek sebagai bangsa Indonesia. Mendingan karena Jokowi tapi kita kan berdarah. Masak musuhan itu kan gilaaa. Aduuhhh… Ampuuunnn ampuunnn.
SN: Ampuun.
MR: Si Alid, Alidu mau ngomong sama KEN. Sama KEN kan hopeng. Ngomonglah duluan sama Cicip. Dapat ijin nangkap ikan. Beli kapal 10, join ama China, bikinlah KMA. Ada ijin, keluar semua. Kapal sudah datang. Cicip diganti Bu Susi. Sama Bu Susi, kapal asing gak boleh nangkap. Bangkrut dia langsung. Ganti pakai bendera Indonesia kapalnya. Kapal 350 Dwg harus buatan Indonesia. Buatan asing gak boleh beroperasi di sini. Bangkrut langsung. Edan Pak, ini ngaco Pak, gawat ya.
SN: Eksport aja berhenti. Megenai di tempatnya Susi semua, banyak gulung-gulung tikar semua.
MR: Enggak cuma situ. Tempat lain juga sama.
SN: Iya. Itu Presiden gak tahu.
MR: Ada lagi teman Pak. Dia memang bisnisnya minuman. Dia bikin UIC, Si Aseng, tahu kan Pak. Ini pabrik dia,150 juta dollar investasinya. Pabrik dibikin udah mau jadi, ada peraturan ama Rahmat Gobel, penyalur-penyalur itu gak boleh jualan bir. Berhenti. Pabrik gak jadi diresmikan. Bayangkan Pak. Berdarah Pak. Gila.
MS: 150 juta Dollar. Gila.
MR: Banyak kasus Pak. Belum lagi pengusaha batubara.Tapi pak kita muter-muter dia masih presiden Pak. Suka gak suka harus kita bayar udah Pak. Ya kan.
MS: Masih panjang.
SN: Masih panjang.
MR: Yang penting gak papa, yang penting halal.
SN: Rakyat itu suka gak suka ama dia dianggap itu bener semua.
MR: Iya. Salah gak salah jalan terus. Yang dianggap salah menteri-menterinya. Dia enggak. Gila dah. Haduuuhh.
MS: Tapi kan Pak Riza masih ada Pak Ketua yang back up.
MR: Ah kalau saya kan Pak, hidupnya biasa saja. Itu kan sudara saya, banyak saudara Pak.
SN: Karena Itu Pak, seperti kata presiden, rata-rata kita minta itu setuju tapi harus pakai strategi. Ya kita selalu kadang-kadang salah kita.
MR: Pak Jokowi sudah baik, sudah baik Pak cuma sekarang dirombak. Sekarang sudah baik banget. Sekarang dirombak lagi. Jangan bawa ke ranah politik.
MS: Membantu politik, membantu urusan politik.
MR: Betul Pak.
SN: Kayak HR.
MR: Saya sama Pak Marciano. Aduh Pak Riza, jangan muncul, jangan muncul kata saya. Biarkan dia bantu Prabowo tapi jangan muncul. Pak, saya gak muncul susah Pak. Gimana muncul ketahuan.. Usahakan jangan muncul. Percaya omongan saya. Bener juga omongannya. Gua muncul di Polonia, puk puk puk langsung muncul di sosmed. Aduuuh saya lagi sama Prabowo dan hati. Ya udah mau apa, nasib.
SN: Nasib duit keluar banyak. Duit Pak. Itu saya lihat kasihan. Ngapain itu, udah. 50 M, 30 M. Begitu kita hitungin udah 500 M. Ngapain hahahaa.
MS: Lewat Pak.
SN: Lewat Pak.
MR: Padahal duit kalau kita bagi dua pak, hepi Pak. 250 M ke Jokowi JK, 250 M ke Prabowo Hatta, kita duduk aja. Ke Singapura, main golf, aman. hahahaa. Itu kan temen, temen semualah, Pak Susahlah. Kita hubungan bukan baru kemarin. Masak kita tinggal nggak baik. tapi kan sekarang udah gak ada masalah. Sudah normal. Gitu.
SN: Saya ngomong sama presiden, ini Pak Bung Riza juga bantu. Oh ya ya itu dia kawan saya baik. Hahah.
Berlanjut ke transkrip rekaman bagian VI.
(agk)