WAWANCARA KHUSUS

Lulung: Publik Lupa Janji-janji Ahok

Ranny Virginia Utami & Bagus Widjanarko | CNN Indonesia
Sabtu, 05 Des 2015 14:18 WIB
Kepada CNN Indonesia, lelaki yang gemar mengoleksi batu akik ini bercerita panjang lebar ihwal masalah yang sedang menjadi pembicaraan publik akhir-akhir ini.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, H. Abraham
Jakarta, CNN Indonesia -- Blak-blakan dalam mengomentari masalah sudah menjadi kebiasaan Abraham Lunggana yang akrab disapa Lulung. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI itu mengaku pantang mundur ketika meluruskan masalah yang dianggapnya keluar dari substansi. Itu termasuk ketika mengomentari perseteruannya dengan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Kontroversi seolah menjadi teman akrab Lulung. Besar di kawasan Tanah Abang membuatnya tegas dalam bersikap. Pemegang jurus rahmat dan sabeni pada olahraga bela diri pencak silat ini memang tak takut terpojok. Itu pula yang diperlihatkannya meski sudah beberapa kali memenuhi panggilan Bareskrim Polri yang sedang mengusut kasus dugaan korupsi Uninterruptible Power Supply (UPS).

Lulung sadar posisinya memang tidak diuntungkan. Apalagi, menurutnya publik kerap menghakiminya lewat media sosial. Namun, lelaki 56 tahun itu tak ambil pusing. “Ini (tegas) menjadi prinsip saya sejak kecil,” kata lelaki 56 tahun ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepada Bagus Widjanarko dan Ranny Virginia dari CNN Indonesia, lelaki yang gemar mengoleksi batu akik ini bercerita panjang lebar ihwal masalah yang sedang menjadi pembicaraan publik akhir-akhir ini. Wawancara dihelat di kantornya di bilangan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (30/11) kemarin.

Apa dasar Anda mengatakan bahwa Ahok layak tersangka dalam kasus UPS?

Yang namanya mekanisme pembahasan dengan pengadaan berbeda. Kalau mekanisme pembahasan itu dipersetujukan bersama dari KUUPHS sampai RAPBD. Itu dibahas bersama dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan legislatif di paripurna. Kalau UPS itu disepakati di rapat paripurna 2014. Mekanisme pengadaan barang itu ada di eksekutif.

Mekanismenya pertama ada hasil pengesahan dari RAPBD ke APBD oleh Kementerian Dalam Negeri. Dari Kemendagri diserahkan dan diperintahkan untuk melakukan pembangunan secepatnya. Pengelolaan keuangan dalam hal ini dilakukan dengan sebaik-baiknya. Contoh dalam hal ini adalah mekanisme UPS tentunya harga yang ada di katalog itu jelas beda oleh harga yang dipersetujukan oleh DPRD dan eksekutif misalnya Rp 6 miliar yang kemudian disahkan RAPBD itu oleh Kemendagri menjadi APBD dengan harga sama.

Dalam hal pengadaan Unit Pengadaan Lelang itu harus dievaluasi. Harga satuan di katalog itu berapa. Itu musti melihat harga satuan dari pabrikan. Minimal ada tiga pabrik misal dari Taiwan, China, dan Korea Selatan. Kalau misal harga satu pabrik dengan spesifikasi sama RP 3 miliar namun tidak sama dengan harga satuan dari pengesahan RAPBD maka Pemda sudah punya silva atau harga patokan Rp 2,5 miliar satu unit.

Jika ada 50 unit kita hitung saja 50 unit dikali Rp2,5 miliar. Kalau sudah ada verifikasi persoalan UPS dengan harga satuan pabrikan ada satu lagi yang menjadi masalah. Calon PT pemenang tender masuk kualifikasi tidak. Itu bisa dilihat dari kedudukan, legalitas, kantornya, dan akun keuangan. Kalau itu sudah clear baru diumumkan pelelangan. Perusahaan yang ikut tender harus menyiapkan duitnya.

Pak Gubernur Ahok dalam hal ini membuat SPD yang diparaf oleh Sekda unit satuan kerjanya dalam pengadaan dan BPKD selaku pengelola uang. Ketika sudah kelar SPDnya dikeluarkan gubernur, unit lelang baru bisa melelang. Ternyata pak gubernur sendiri itu siluman. Pertanyaannya kalau siluman kenapa dilelang? Kenapa kalau bermasalah dari hasil evaluasi terakhir tidak diberhentikan prosesnya? Kemudian itu ko jadi dilelang. Kalau itu ada dugaan korupsi siapa yang salah. Tadi balik lagi kenapa sudah disiapkan dananya.

Jadi itu dasarnya?

Betul. Ahok sudah bisa dijadikan tersangka dalam kasus UPS. Karena melakukan pelelangan yang kemudian dianulirnya sendiri dengan mengatakan itu siluman. Kita lihat prosesnya di aparat penegak hukum. Ini audit dari BPK belum selesai. Kita lihat nanti siapa yang salah dan siapa yang benar.

Tapi Ahok punya fakta sendiri?

Kalau saya punya fakta. Karena fakta itu menunjukkan kebenaran. Hukum itu tidak lonjong tapi bulat. Kalau persoalan hukum diadakan tidak boleh. Saya yakin penegakkan hukum itu cermat. Kalau ini dikatakan uang siluman tidak dalam pembahasan kenapa diinput oleh Bappeda. Harusnya tidak. Siapa yang menginput pasti akun Bappeda, siapa yang menomor rekening, pasti oknum BPKD. Di sini pasti ada aktor intelektualnya. Terakhir Pak Gubernur Ahok memecat Kepala Inspektorat DKI Larso Marbun. Kita lihat saja bakal nyanyi enggak Larso hehe. Tunggu saja. Kalau dihukum Larso enggak mau sendiri.

Kapan komunikasi terakhir dengan KPK?

Saya bukan melapor tapi menyerahkan banyak masalah soal hasil Pansus LHP BPK ke KPK. Itu ada enam item yang menjadi kecenderungan kerugian negara. Kita mengharapkan penegakkan hukum yang bisa diharapkan masyarakat. (sip)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER