Menunggu Sikap MKD

Yusuf Arifin | CNN Indonesia
Selasa, 08 Des 2015 15:46 WIB
MKD, sesuai posisi dan fungsinya, bersidang hanya karena dan hanya untuk menentukan apakah pertemuan Setya Novanto etis atau tidak. Hanya sampai itu saja.
Ketua DPR Setya Novanto. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Yusuf Arifin adalah Pemimpin Redaksi CNN Indonesia. Tulisan opini ini sepenuhnya tanggung jawab penulis.

Semestinya sederhana. Realita (kenyataan) adalah (re)konstruksi dan tafsir kita akan fakta. 

Fakta menjadi titik awal. Pijakan. Dasar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Demikian kita hidup, demikian kita melihat kehidupan, demikian kita mengarungi kehidupan, dan demikian pula (semestinya) kita dan Majelis Dewan Kehormatan DPR (MKD) menilai pertemuan Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.

Satu-satunya realita yang terungkap adalah telah terjadi dua kali pertemuan dari ketiganya untuk membahas perpanjangan kontrak karya Freeport di Papua. Pemufakatan untuk membahas masa depan kontrak karya Freeport di Papua.
Ada banyak fakta terungkap dalam pembicaraan mereka bertiga. Misal, pernyataan bahwa Muhammad Riza memberi uang Rp 500 milliar untuk kampanye pencalonan presiden Prabowo Subianto. Juga, pernyataan dari orang yang sama bahwa ada operasi pemenangan Joko Widodo dalam pemilihan presiden oleh kepolisian. Berikutnya, lagi-lagi dari orang yang sama, bahwa Megawati Soekarnoputri marah karena Presiden Jokowi menolak mengangkat Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri.

Tetapi sekali lagi itu semua fakta yang keluar dari mulut Muhammad Riza Chalid di pertemuan ketiganya. Apakah benar klaim itu, dengan demikian fakta dan kemudian realitanya, harus dibuktikan dalam forum yang berbeda, oleh lembaga yang berbeda pula. Itu bukan urusan dan tidak seharusnya menjadi perhatian dari MKD.

Tergantung pada pihak-pihak yang disebut dan terkait apakah ingin melanjutkan persoalan ke ranah hukum atau yang lain. Tergantung apakah pihak-pihak yang disebut akan mempersoalkan lebih lanjut.
MKD, sesuai posisi dan fungsinya, bersidang hanya karena dan hanya untuk menentukan apakah pertemuan Setya Novanto sebagai anggota sekaligus Ketua DPR RI dengan seorang pengusaha (Muhammad Riza Chalid) dan Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin di tengah upaya Freeport memperpanjang kontrak karyanya etis atau tidak. Hanya sampai itu saja.

Setelahnya, apapun keputusan yang diambil, harus mengikuti konsekuensi keputusan itu. Jika tidak etis maka harus dijatuhkan sanksi: entah memecatnya dari kursi ketua sekaligus anggota DPR atau sanksi administratif yang lebih ringan dari pemecatan.

Dalam kehidupan banyak orang melakukan kesalahan, terbukti melakukan kesalahan, tetapi tetap tidak merasa melakukan kesalahan.
Jika MKD menyatakan Setya Novanto tidak menyalahi etika, maka yang bersangkutan tidak perlu dipersoalkan lebih lanjut. Maka, perilaku Setya Novanto dengan pemufakatan Freeport-nya menjadi preseden yang harus diterima sebagai norma dan boleh dilakukan oleh semua anggota DPR.

Setya Novanto tentu saja merasa tidak bersalah atau tidak melihat ada yang salah dari pertemuan itu seperti yang ia nyatakan berulang kali di media massa. Tak mengagetkan kalau itu pula yang ia nyatakan di sidang tertutup MKD.
Ia mengaku tidak ada yang salah dan tidak ada yang tidak etis sebagai seorang wakil ketua DPR mengajak Muhammad Riza, seorang pengusaha yang menurutnya mengerti akan persoalan pertambangan -dan punya banyak jaringan kekekuasaan-, untuk bertemu dengan Maroef Sjamsoeddin dengan situasi Freeport sedang mencari cara memperpanjang kontrak karyanya dan berbicara mengenai upaya memperpanjang kontrak Freeport di Papua. Bahkan kalau inisiatif pertemuan ada ditangannya.

Tetapi merasa tidak melakukan kesalahan dan melakukan kesalahan adalah dua hal yang berbeda. Itu hak Setya Novanto dalam menyodorkan realita berdasar (re)konstruksi dan interpretasi atas fakta. Toh, dalam kehidupan banyak orang melakukan kesalahan, terbukti melakukan kesalahan, tetapi tetap tidak merasa melakukan kesalahan. (pit)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER