Jakarta, CNN Indonesia -- Pertukaran intelijen yang akan dilakukan Indonesia dengan Australia harus dipastikan tidak membawa kerugian bagi kedua negara dalam menangani ancaman terorisme.
Menurut pengamat intelijen Susaningtyas Kertopati, pertukaran intelijen harus dipastikan tidak berdampak pada timbulnya kebocoran rahasia negara di masa mendatang. Asas resiprokal diharap mampu menjadi dasar dilakukannya pertukaran mata-mata antar negara.
"Pertukaran intelijen dengan Australia harus ditujukan untuk penguatan deteksi dini dan giat siklus intelijen Indonesia. Jangan justru memberi kesempatan bagi pihak negara lain memata-matai negara kita," ujar Nuning, sapaan Susaningtyas, kepada CNNIndonesia.com, Selasa (22/12).
Kesepakatan pertukaran intelijen disepakati setelah Jaksa Agung Australia George Brandis berkunjung ke Indonesia, Senin (21/12) lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usai menerima kunjungan George kemarin, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan berkata bahwa Indonesia akan melakukan pertukaran intelijen dengan negeri kanguru tersebut dalam waktu dekat.
"Akan ada annual meeting dan kerja sama pertukaran intelijen akan kita lakukan lebih intensif untuk menghadapi masalah-masalah teroris," kata Luhut kemarin.
Nuning berkata, Indonesia dan Australia harus tetap menghormati rahasia masing-masing negara, walaupun pertukaran intelijen dilakukan nantinya.
"Harus ada mekanisme yang memastikan ada asas resiprokal dan obyektif serta saling menghormati rahasia negara masing-masing," katanya.
Pertukaran intelijen dilakukan setelah ancaman terorisme di lingkup internasional meningkat belakangan ini.
Selain melakukan pertukaran intelijen, Indonesia juga telah menetapkan status Siaga I untuk pengamanan jelang Natal dan tahun baru 2016. Ketetapan tersebut telah diumumkan oleh Kepala Badan Intelijen Nasional Sutiyoso dan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti kemarin.
(bag)