Jakarta, CNN Indonesia -- Tersangka korupsi pembangunan sarana dan prasarana Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Andi Zulkarnain Mallarangeng atau yang akrab disapa Choel, menjalani penyidikan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/1).
Choel yang berpakaian batik hitam dan emas ini datang dengan sebuah koper keci sekitar pukul 09.55 WIB. Ia ditemani pengacaranya dan sejumlah kerabat.
"Saya hadir sebagai tersangka. Hari ini saya bawa koper kecil, saya siap utuk ditahan mulai hari ini," kata Choel di Gedung KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di dalam koper, Choel bercerita kepada awak media telah membawa beberapa pasang baju. Choel pun juga mengaku sudah berpamitan dengan keluarganya.
"Iya (sudah perpisahan kecil). Saya siap lahir batin," ujarnya.
Choel ditetapkan sebagai tersangka setelah hampir empat tahun kasus Hambalang mencuat. Adik mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng ini diduga mengenalkan perusahaan PT Global Daya Manunggal kepada sang kakak agar diikutsertakan dalam proyek. Komisaris PT Global Daya Manunggal Herman Prananto menitipkan duit Rp4 milliar. Dari total uang yang diterima Choel, sebanyak Rp1,5 miliar diserahkan oleh mantan Sekretaris Menpora Wafid Muharam. Setelah ada fulus pelicin, perusahaan ini menggarap proyek sebagai perusahaan subkontraktor.
Selain itu, Choel juga menerima US$550 ribu untuk kakaknya dari Manajer Pemasaran Permai Grup Mindo Rosalina Manulang melalui Wafid. Permai Group yang semula dijanjikan mendapat jatah Hambalang, saat itu gagal lantaran perintah dari mantan Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Sebelumnya, KPK telah meminta kesaksian Manajer Pemasaran Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya M Arief Taufiequrahman. Perusahaan tempat Arief bekerja memberikan fee proyek sebanyak 18 persen yakni sekitar Rp12 miliar untuk beberapa pihak termasuk Kementerian Pemuda dan Olahraga. Adhi Karya bekerja sama dengan Wika menjadi kontraktor proyek tersebut.
Choel diduga menyalahgunakan wewenang dengan cara melawan hukum sehingga memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi. Ia dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam kasus yang sama, majelis halim Pengdilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta, subsider dua bulan penjara untuk Andi Mallarangeng. Untuk Wafid, majelis menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan.