Jakarta, CNN Indonesia -- Yayasan Supersemar mengaku tidak memiliki uang dan aset sebesar Rp4,4 triliun untuk membayar denda perkara perdata yang melibatkannya. Yayasan peninggalan Presiden kedua Soeharto itu mengaku hanya memiliki harta senilai ratusan miliar rupiah hingga awal 2016 ini.
Kuasa Hukum Supersemar Bambang Hartono berkata, harta yayasan saat ini hanya berupa uang dan 20 persen saham di Gedung Granadi yang terletak di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Jika ditotal, jumlah harta Supersemar diprediksi hanya mencapai 5 persen dari total denda yang harus dibayar, Rp4,4 triliun.
"Uang yayasan tidak ada. Aset tidak ada apa-apanya, mungkin hanya kurang lebih 5 persen dari jumlah denda," kata Bambang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (20/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bambang, Supersemar tidak pernah menerima dana jutaan Dolar Amerika dari bank Pemerintah periode 1979 hingga 1998 silam. Menurut catatannya, Supersemar hanya sempat menerima dana yang bernilai total Rp309 miliar saat itu.
Catatan tersebut bersumber pada hasil penelusuran aset yang pernah dilakukan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) pada 1998 silam.
"Intinya, yayasan dianggap perbuatan melanggar hukum itu karena menerima uang dari 8 bank Pemerintah. Totalnya US$420juta. Bank Pemerintah itu tidak pernah memberikan uang berbentuk dolar. Saya temukan satu bukti bahwa yayasan itu hanya menerima Rp309 miliar dari periode 1979-1998, itu 112 kali (turunnya)," kata Bambang.
Jumlah pengeluaran Supersemar pun disebut melebihi pemasukan. Bambang berkata, sampai 2014 lalu yayasan tersebut tercatat sudah mengeluarkan dana sebesar Rp706 miliar untuk beasiswa bagi mahasiswa, murid SMK, dan atlet.
"Kita hargai putusan itu, akan tetapi kita minta keadilan. Uang yang kita terima hanya Rp309 miliar dan yang sudah dikeluarkan untuk beasiswa itu Rp706 miliar sampai 2014. Itu untuk bantuan 2.074.000 beasiswa," ujarnya.
Karena putusan perkara perdata yang melibatkannya dianggap bermasalah, Supersemar pun memilih untuk mengajukan gugatan balik kepada Pemerintah Republik Indonesia. Mereka menggugat Pemerintah yang dianggap menetapkan denda besar dan tidak sesuai dengan jumlah harta tercatat milik yayasan.
"Saya sudah ajukan gugatan ke pengadilan, 14 Januari lalu sidang dan dilanjutkan 4 Februari. Intinya hanya meminta keadilan, kita bukan melawan Pemerintah," katanya.
Supersemar telah diberi waktu hingga 8 hari kerja ke depan untuk membayar denda senilai Rp4,4 triliun kepada PN Jakarta Selatan. Jika hingga batas waktu yang diberikan denda belum dilunasi, maka eksekusi aset dimungkinkan terjadi. Nantinya eksekusi akan dilakukan oleh Juru Sita PN Jakarta Selatan.
(pit)