Gara-gara Cipratan Teh, Dua Anak Dipukuli Oknum Marinir

Abraham Utama | CNN Indonesia
Rabu, 20 Jan 2016 18:23 WIB
"Saya terpukul melihat anak saya diperlakukan seperti binatang. Anak saya diikat, badannya memar. Saya tak pernah memukuli anak saya," tutur Wintarsih.
Ilustrasi kekerasan anak-anak. (Kati Neudert/Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dua anak berusia 14 tahun, H dan S, nyaris dihakimi warga di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, karena mencripratkan air teh dalam kemasan ke dinding rumah seorang warga. Dituduh maling, keduanya dipukuli sebelum akhirnya diselamatkan orangtua mereka.

Harjoni Tutut, ayah H, menduga seorang kopral yang berdinas di salah satu batalyon infanteri Marinir, Cilandak, Jakarta, merupakan otak di balik kekerasan tersebut.

Bersama kuasa hukum mereka dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Rabu (20/1), Harjoni memaparkan kronologi versinya tentang peristiwa yang main hakim sendiri itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Joni memaparkan, peristiwa itu terjadi 13 Desember 2015 lalu. Ketika itu, H, S dan R (21), berboncengan menggunakan sepeda motor dari Bojong Gede menuju Cibinong.

R mengendarai motor tersebut sementara S dan H secara berturut-turut duduk di belakangnya. Dalam perjalanan, motor yang mereka kendarai oleng jalan yang berbatu.

Ketika itulah, menurut Joni, teh dalam kemasan yang dipegang anaknya secara tidak sengaja terlempar ke dinding rumah milik anggota Marinir berinisial SU. Seorang pekerja yang tengah memperbaiki dinding itu pun basah terciprat air teh.

"Pemilik rumah itu langsung keluar dan berteriak maling," ucap Joni.

Joni berkata, mendengar teriakan tersebut, R lantas mempercepat laju motornya. Beberapa saat kemudian, H sadar sejumlah warga mengejar mereka.

H dan S akhirnya dibawa warga sedangkan R melarikan diri dari kerumunan massa. H dan S dibawa ke lahan kosong di sebelah rumah SU.

Joni berkata, SU memukuli H dan S di lahan itu. Ketika Wintarsih, ibunda S, tiba di lokasi kejadian, ia melihat minyak tanah dan beberapa balok kayu. SU disebut sempat meminta massa untuk membakar H dan S.

Lima hari usai kejadian tersebut, Joni dan Wintarsih melapor ke Polsek Bojong Gede. Namun, pengaduan mereka ditolak.

Pada 24 Desember 2015, Joni dan Wintarsih mengadu ke Garnisun Tetap 1 di kawasan Gambir, Jakarta. Di sana, mereka diarahkan ke Polisi Militer TNI Angkatan Laut.

Tak berhenti di situ, Joni dan Wintarsih juga mengadu ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

"Saya terpukul melihat anak saya diperlakukan seperti binatang. Anak saya diikat, badannya memar. Pilu sekali. Saya tidak pernah memukuli anak saya," tutur Wintarsih tersedu-sedu.

Wintarsih mengaku trauma dan sulit melupakan kekerasan terhadap anaknya. Ia berharap, peristiwa serupa tidak akan menimpa anak-anak lainnya.

Tidak berasal dari keluarga yang memiliki jaminan finansial, Wintarsih mengaku kekurangan dana untuk memperjuangkan hak hukum anaknya.

"Untuk ke sana ke mari pun kami perlu dana yang tidak sedikit. Tapi tekad saya kuat, saya akan perjuangkan keadilan ini walaupun nyawa taruhannya," katanya.

Pengacara publik LBH Jakarta, Arif Maulana, berharap otoritas TNI tidak memberikan impunitas terhadap SU. Meskipun polisi militer mengupayakan perdamaian, ia mendesak proses hukum tetap berjalan.

"Selama ini sering terjadi upaya damai yang menutup perkara seolah-olah tidak pernah ada kejadian," tuturnya.

Kekerasan oleh anggota TNI diduga tidak hanya menimpa H dan S. Awal Januari lalu, seorang anggota Marinir diduga juga memukuli dua anak di bawah umur.

Pekan lalu, saat memimpin apel penegakan ketertiban di Monumen Nasional, Jakarta, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan tidak boleh ada istilah perdamaian pada kasus pidana yang melibatkan tentara.

Gatot pun mendorong masyarakat segera melapor dugaan tindak pidana yang dilakukan prajurit TNI. Ia menjamin keselamatan pelapor.

"Saya memohon, jika ada prajurit TNI yang melakukan tindakan tidak patut, jangan ragu melaporkannya pada PM setempat atau kepada Polri. Nanti kepolisian akan berkoordinasi dengan POM," ucapnya.

Gatot juga memerintahkan para komandan satuan untuk meningkatkan kedisiplinan anggota mereka. Para prajurit yang berjiwa petualang dan terbiasa hidup di hutan, menurutnya, memerlukan perlakuan khusus.

"Jiwa-jiwa petualang itu jika tidak dididik dan diatur mereka akan berinovasi. Kami didik mereka dengan keras. Komandan satuanlah yang bertanggung jawab meningkatkan disiplin mereka", kata Gatot. (obs)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER