Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Sumber Daya Air Nasional (DSAN) Kementerian PU dan Perumahan Rakyat, menetapkan sengketa sumber mata air di Pandeglang, Banten dalam "status quo" karena PT Tirta Fresindo Jaya diduga melakukan perbuatan melawan hukum.
Menurut Advokat Lembaga Bantuan Hukum Kalimasadha Nusantara (LBH KN) Sugeng Teguh Santoso, DSDAN yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden telah mengeluarkan surat rekomendasi yang menyatakan PT Tirta Fresindo Jaya dilarang melakukan kegiatan.
“Pelarangan operasi itu terkait eksploitasi sumber mata air yang berada di Gunung Karang Kecamatan Cadasari, Kabupaten Pandeglang dan Kecamatan Baros, Kabupaten Serang, dan untuk itu DSDAN akan melakukan peninjauan langsung ke TKP,” kata Sugeng Teguh Santoso di Polda Banten, Serang, Selasa (23/2/2016) seperti dilaporkan Antara.
Mengutip surat DSDAN, Sugeng mengatakan ada tiga dasar penetapan status quo, yakni karena PT TFJ menimbulkan tiga dampak negatif. Dampak tersebut adalah, pertama, kearifan lokal yang mengakibatkan hilangnya tujuh sumber mata air yang dikeramatkan, makam keramat dan situs sejarah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan sosial ekonomi yang mengakibatkan hilangnya sumber untuk konsumsi/MCK dan pertanian. Ketiga, menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan ekologis dan ekosistem yang mengakibatkan kekeringan 110 hektare lahan terdampak.
"DSDAN meminta pihak terkait memahami enam prinsip dasar pengelolaan sumber daya air sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi No: 85/PUU-XI/2013 yang salah satu poinnya adalah pengelolaan air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan, apalagi meniadakan hak rakyat atas air. Dengan keluarnya surat rekomendasi ini atas nama petani saya meminta PT TFJ tidak melakukan hal apa pun terhadap sumber mata air di Candasari dan Baros itu," kata Sugeng.
Terkait pemeriksaan para saksi-saksi dari pihak warga, Sugeng mengemukakan pihaknya tetap mematuhi dan membawa kliennya memenuhi panggilan polisi, walaupun perlakuan Polda Banten dinilai sangat diskriminatif, karena mendahulukan laporan PT TFJ yang baru masuk Januari 2016, sementara mengabaikan laporan petani tahun 2014.
"Ironis karena yang didahulukan diusut adalah akibat, sementara penyebabnya diabaikan. Ini menyalahi prinsip hukum responsif," katanya.
Sugeng menegaskan, pihaknya tidak akan tinggal diam. "Besok kami akan laporkan perlakuan diskriminatif Polda Banten itu ke Kapolri dan Presiden RI karena jika diteruskan ketidakadilan ini akan berdampak pada konflik sosial di Banten," katanya.
LBH Kalimasadha Nusantara telah melaporkan kasus ini ke Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang diterima langsung oleh KH Hasyim Muzadi dan Ombudsman RI dalam proses penelahaan.
(yul)