Pakar Desak Penghapusan Revisi UU KPK dari Prolegnas

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Jumat, 26 Feb 2016 20:22 WIB
UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan dan Tata Tertib DPR mengatur penghapusan pembahasan rancangan/ revisi UU dalam Prolegnas.
Pakar mendesak DPR dan pemerintah menghapus revisi UU KPK dari Prolegnas (Lamhot Aritonang/detikcom)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum pidana Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Miko Susanto Ginting mendesak penghapusan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016. Pemerintah dan DPR didesak untuk menyepakati penghapusan ini agar proses pemberantasan korupsi dapat berjalan mulus.

"Langkah yang seharusnya diambil Pemerintah dan DPR seharusnya lebih jauh, yaitu mengeluarkan RUU KPK dari Prolegnas baik lima tahunan maupun prioritas satu tahunan sehingga solusinya tidak hanya sementara dengan menunda," kata Miko ketika dihubungi, Jumat (26/2).
Miko mengatakan, UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan dan Tata Tertib DPR mengatur penghapusan tersebut. Cara penghapusan dapat dilakukan melalui pembahasan pihak eksekutif dan legislatif. Jika kata sepakat didapat, maka DPR dapat menggelar paripurna untuk menghapusnya.

"Kemudian DPR melakukan paripurna dan menyetujui mengeluarkan RUU dari Prolegnas. Ini prosedurnya sama dengan memasukkan RUU ke dalam Prolegnas," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Miko menegaskan kunci pembahasan revisi undang-undang kini berada di tangan Presiden Joko Widodo melalui instrumen surat presiden. "Itu ada di Pasal 49 atau 50 UU Nomor 12 Tahun 2011," katanya.

Jika presiden berkirim surat penolakan pembahasan atau pun penghapusan dalam Prolegnas, kata Miko, maka DPR tak dapat melanjutkan pembahasan.
Menurutnya, sikap ini perlu diambil oleh pemerintah dan DPR mengingat tak ada urgensi mengubah beleid tersebut. "Tidak ada urgensi mengingat tingkat keberhasilan KPK selama ini, persepsi korupsi indeks yang masih belum memuaskan, dan revisi UU lain ada yang lebih mendesak seperti KUHAP, KUHP, UU Kepolisian, UU Kejaksaan, dan lainnya," kata Miko.

Sebelumnya, DPR kembali menunda rapat paripurna pembahasan revisi UU KPK pada 18 Februari 2016 karena masih mendalami materi utama rapat paripurna. Selain pendalaman, rapat paripurna ditunda karena tidak kuorumnya jumlah pimpinan DPR.

Hal tersebut sesuai dengan Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib. Pasal 228 ayat 1 Tatib DPR mengatur rapat paripurna harus dihadiri paling sedikit tiga orang pimpinan DPR. Adapun jumlah pimpinan DPR adalah lima orang.
(gil/rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER