Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu mengatakan pemerintah tak perlu membayar tebusan Rp15 miliar yang diminta perompak untuk membebaskan awak kapal Indonesia yang mereka sandera.
Pembajak dan penyandera awak kapal berasal dari kelompok militan Abu Sayyaf yang kerap beroperasi di wilayah selatan Filipina.
Oleh karena penyanderaan terjadi di luar negeri, yaki Filipina, Ryamizard menyerahkan penanganan kasus ini kepada Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini tergantung Menlu. Kalau bisa lepaskan enggak pakai duit, kenapa harus pakai duit," kata Ryamizard di Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Selasa (29/3).
Kasus kali ini, menurut Ryamizard, tak jauh berbeda dengan peristiwa penyanderaan awak kapal di Somalia beberapa tahun lalu. Motifnya pun sama, yakni soal ekonomi.
Penyanderaan 10 awak kapal tunda (
tugboat) berbendara Indonesia itu terjadi akhir pekan lalu. Para perompak meminta tebusan sebagai upaya pembebasan.
"Rp15 miliar. Hampir sama (dengan kasus di perairan Somalia), tapi tidak terlalu sama," ujar Ryamizard.
Kemhan terus berkoordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait, termasuk dengan Kementerian Luar Negeri Filipina.
"Kami monitor. Kapal-kapal patroli juga sudah siap dekat Ambalat sana," kata Ryamizard.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Kolonel Laut Edi Sucipto secara terpisah mengatakan, pasukannya telah bersiaga di sekitar perairan Sulawesi.
Di perairan itu, lima kapal perang RI terus beroperasi, yakni KRI Surabaya, KRI Badau, KRI Ajak, KRI Mandau, KRI Ahmad Yani. Operasi dilengkapi patroli maritim oleh Pasukan Katak.
"Angkatan Laut sebenarnya memang sudah siaga di sana. Ada peristiwa ini atau tidak memang sudah digelar operasi di sekitar perairan laut Sulawesi," ujar Edi kepada CNNIndonesia.com.
TNI AL, ujar Edi, siap membantu kapan pun dibutuhkan terkait pembebasan sandera dari kelompok Abu Sayyaf.
(agk)