YLKI Nilai Pembangunan Simpang Susun Semanggi Tak Tepat

Resty Armenia | CNN Indonesia
Minggu, 10 Apr 2016 14:05 WIB
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menilai dari segi tata ruang, simpang susun Semanggi akan memperburuk tata ruang di sekitar Semanggi.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi berpandangan bahwa pembangunan simpang susun Semanggi di Jakarta bukan merupakan langkah yang tepat untuk mengurai kemacetan. (CNN Indonesia/Aghnia Adzkia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi berpandangan bahwa pembangunan simpang susun Semanggi di Jakarta bukan merupakan langkah yang tepat untuk mengurai kemacetan, karena manfaat infrastruktur tersebut hanya akan berlangsung sementara.

"Kemampuan simpang susun tersebut mengurai kemacetan tidak lebih dari enam bulan sampai satu tahun saja. Selebihnya, simpang susun justru akan berfungsi sebaliknya, yaitu memicu dan melahirkan kemacetan baru," ujar Tulus melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Ahad (10/4).

Menurut Tulus, pembangunan simpang susun Semanggi merupakan hal yang kontra produktif bagi lalu lintas di Jakarta. Apalagi, tuturnya, dari segi tata ruang, simpang susun Semanggi akan memperburuk tata ruang di sekitar Semanggi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alih-alih simpang susun, kata Tulus, seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun terowongan untuk lokasi yang beririsan dengan rel kereta api. Selain itu, mempercepat impelementasi jalan berbayar elektronik (Electronic Road Pricing/ERP) juga dianggap bisa menjadi jalan keluar yang baik.

"Yang mendesak untuk mengatasi kemacetan di Jakarta adalah memberikan disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi, misalnya mempercepat implementasi jalan berbayar elektronik. Sedangkan membangun simpang susun justru memberikan 'insentif' bagi pengguna kendaraan pribadi, agar semakin nyaman menggunakan kendaraannya," ujarnya.

Hal itu, imbuh Tulus, tentu berimplikasi dengan terjadinya kemacetan. Oleh karenanya, ia menyimpulkan bahwa alasan membangun simpang susun Semanggi untuk mengatasi kemacetan merupakan alasan dan paradigma yang sesat pikir.

Tulus menyebut bahwa pemberian disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi justru akan optimal dan adil jika dibarengi dengan pembenahan fasilitas transportasi umum yang manusiawi, terintegrasi, dan tarifnya terjangkau.

Ia menganggap persoalan dalam mengurai kemacetan terjadi karena pembangunan infrastruktur jalan raya selalu berbenturan dengan tidak imbangnya rasio luas jalan dengan rasio pertumbuhan penggunaan kendaraan bermotor pribadi.

"Infrastruktur flyover, underpass, dan bahkan pembangunan jalan baru tidak lebih merupakan 'karpet merah' bagi warga Jakarta untuk memiliki dan menggunakan kendaraan bermotor pribadi untuk mobilitasnya. Warga Jakarta menjadi malas menggunakan angkutan umum. Apalagi angkutan umum di Jakarta sampai detik ini masih amburadul, sekalipun TransJakarta," kata Tulus.

Pembangunan jalan layang di kawasan Semanggi dimulai pada 8 April 2016. Ditargetkan Juli 2017 pembangunannya selesai sehingga bisa mengurangi kemacetan di kawasan tersebut.

Proyek pembangunan flyover Bundaran Semanggi ini memiliki panjang 796 meter di ramp 1 dan 826 meter untuk ramp 2 sementara lebar jalan 8 meter dengan 2 lajur. Jembatan ini akan menghubungkan kendaraan yang akan melaju dari Grogol ke Senayan dan dari arah Sudirman ke Cawang. Karena bukan jalan tol, jalan juga bisa dilintasi sepeda motor. Bentuk jembatan ini akan terlihat melingkar dari atas.

Proyek ini nilainya mencapai Rp345,067 miliar. Penggarap proyek jalan simpang ini adalah Badan Usaha Milik Negara PT Waskita Karya. Sementara anggaran didapat dari perusahan Jepang. (bag)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER