Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjelaskan strategi kriminal yang dapat dilakukannya untuk membeli lahan Rumah Sakit Sumber Waras dengan harga murah. Strategi ini diungkapkan kepada penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat Ahok diperiksa dalam dugaan korupsi pembelian lahan rumah sakit itu pada Selasa (12/4).
Saat itu, Ahok ditanya oleh seorang penyelidik lembaga antirasuah kenapa tidak memperlambat kenaikan harga Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) di kawasan Jakarta Barat, lokasi RS Sumber Waras.
"Bapak berhak menentukan NJOP kenapa tidak perlambat NJOP supaya bisa beli barang yang murah?" kata Ahok menirukan penyelidik, Rabu (13/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merujuk Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), pemerintah daerah berwenang mengelola pajak bumi dan bangunan termasuk pengenaan dan penagihan pajak.
Pada Juni 2014, NJOP di kawasan Kyai Tapa, Jakarta Barat, senilai Rp20,7 juta per meter, naik dari harga tahun 2013 sebanyak Rp7 juta per meter. Pembelian lahan tersebut terjadi pada Desember 2014. Ahok memerintahkan satuan terkait untuk membayar pembelian lahan seluas 3,7 hektare senilai Rp880 miliar.
Agar harga lahan yang dibeli lebih murah, saat itu penyelidik menyarankan penundaan kenaikan NJOP hingga pembelian lahan dilakukan.
"Ini ide penjahat dan kriminal ini. Kalau saya turunin NJOP di seluruh zona merah (dengan nilai NJOP tinggi) di Jakarta Barat maka orang akan cepet bayar dengan harga murah. Jangan-jangan pemerintah malah lebih rugi karena pajak bumi dan bangunan semua turun hanya untuk beli Sumber Waras," kata Ahok merespons pertanyaan penyelidik.
Ahok menambahkan, sekali pun nanti pemerintah bisa untung, ada kemungkinan Sumber Waras tidak menjual lahannya ke pemerintah tetapi ke swata. "Swasta beli lahan dibuat kreatif care, bkin apartemen, kan boleh. Bisa beli pakai harga pasar," katanya.
Untuk diketahui, BPK mencurigai penyediaan lahan di kawasan Rumah Sakit Sumber Waras senilai Rp880 miliar. Dalam auditnya, BPK menilai bahwa nilai pembelian tersebut terbilang berlebihan dan seharusnya disamakan dengan NJOP bangunan sekitar, yakni yang berlokasi di Jalan Tomang Utara.
Jika mengikuti NJOP bangunan sekitar, BPK menemukan bahwa pemerintah provinsi DKI Jakarta bisa menghemat Rp191 miliar sehingga valuasi tanah tersebut seharusnya bisa sebesar Rp 689 miliar saja. Rencananya, pemerintah DKI Jakarta berencana untuk membangun pusat pengobatan kanker di atas lahan seluas 3,7 hektare tersebut.
Selain masalah pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras, BPK juga menemukan adanya permasalahan pada kelebihan premi asuransi sebesar Rp3,6 miliar dan biaya operasional pendidikan sebesar Rp3,05 miliar. Selain itu, BPK juga menemukan pengawasan lemah pada pengadaan lahan di Mangga Dua seluas 30,88 hektare.
Terkait kasus ini, KPK tengah menyelidik dan mengumpulkan dua alat bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.
(obs)