Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarief menegaskan independensi lembaga antirasuah dalam menyelidiki dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras oleh Pemerintah DKI Jakarta.
"Tidak ada campur tangan presiden dalam penyelidikan Sumber Waras," kata Laode ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (18/4).
Laode menambahkan, lembaga antirasuah bekerja berdasarkan bukti bukan opini dan tekanan politik termasuk dalam meminta keterangan sejumlah pihak dalam penyelidikan kasus ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dua bukti permulaan yang cukup digunakan untuk meningkatkan status kasus dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Jika telah masuk tahap sidik maka telah ada yang menjadi tersangka kasus ini.
"Sebelum meningkatkan status, jaksa KPK dapat membuktikan beyond reasonable doubt bahwa kasus tersebut layak dilimpahkan ke pengadilan. Selama belum ada keyakinan, tidak akan dinaikkan statusnya," kata Laode.
Untuk mengumpulkan dua bukti permulaan, KPK menggunakan sejumlah metode termasuk meminta keterangan sejumlah pihak dan mengumpulkan dokumen. Pekan lalu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah diperiksa oleh penyelidik.
Ahok mengaku dirinya tak bersalah dalam kasus tersebut dan menuding Badan Pemeriksa Keuangan salah dalam mengaudit investigasi pembelian lahan tersebut.
Untuk diketahui, pada Juni 2014, pihak RS Sumber Waras bersedia menjual lahan dengan nilai NJOP Rp20,7 juta per meter persegi yang menyesuaikan NJOP untuk area Jalan Kyai Tapa. Padahal, menurut penghitungan BPK dari hasil audit, seharusnya NJOP tidak mengacu pada harga Jalan Kyai Tapa melainkan mengacu pada NJOP untuk Tomang Utara senilai Rp7 juta per meter persegi.
Lebih jauh, setelah melalui serangkaian kajian internal dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pada 10 Desember 2014, Ahok memutuskan untuk membeli lahan tersebut. Saat pergantian jabatan dari Jokowi ke Ahok, aturan yang sama soal penentuan NJOP diteken ulang pada 30 Desember 2014 menjadi Pergub Nomor 265 Tahun 2014. Pada hari yang sama, uang dari Pemprov DKI Jakarta sekitar Rp755 miliar diserahkan ke Sumber Waras melalui Dinas Kesehatan DKI Jakarta melalui cek.
Sementara itu, BPK mencurigai penyediaan lahan di kawasan Rumah Sakit Sumber Waras . Jika mengikuti NJOP bangunan sekitar, BPK menemukan bahwa pemerintah provinsi DKI Jakarta bisa menghemat Rp191 miliar sehingga valuasi tanah tersebut seharusnya bisa sebesar Rp689 miliar saja.
Selain masalah pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras, BPK juga menemukan adanya permasalahan pada kelebihan premi asuransi sebesar Rp3,6 miliar dan biaya operasional pendidikan sebesar Rp3,05 miliar. Selain itu, BPK juga menemukan pengawasan lemah pada pengadaan lahan di Mangga Dua seluas 30,88 hektare.
(obs)