Jakarta, CNN Indonesia -- Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang tengah dibahas di parlemen, menuai penolakan. Berbagai tokoh yang diwadahi Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, menilai RUU Pertembakauan harus dicabut.
Mantan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menjelaskan, jika RUU Pertembakauan sampai disahkan, maka kepentingan industri rokok akan diutamakan pemerintah, daripada mengutamakan aspek kesehatan.
"Kalau RUU Pertembakauan menjadi UU, maka pemerintah harus mendukung industri rokok," kata Nafsiah di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (26/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam arti lain, Nafsiah berkata pemerintah akan memfasilitasi industri rokok untuk meningkatkan produksinya, dengan berbagai aturan yang mendukung agar mendapat keuntungan besar di tingkat konsumsi.
Selain itu, Nafsiah menganggap bahwa industri rokok telah menyelamatkan puluhan ribu tenaga kerja adalah omong kosong. Menurutnya, industri rokok justru banyak melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerjanya untuk digantikan dengan mesin.
Sebab, kata dia, berdasarkan penelitian mereka, rokok yang diproduksi menggunakan mesin, justru banyak disukai pasar.
"Jadi bahwa mereka menyelamatkan, tidak benar. Justru mereka mem-PHK-kan. Mereka lebih suka pakai mesin. Karena satu mesin bisa menggantikan 90 orang," ujar Nafsiah.
Nafsiah juga membantah bahwa tembakau merupakan warisan budaya. Definisi itu, termaktub dalam bagian pembuka RUU Pertembakauan. Sebab, menurutnya, saat itu tembakau dibawa saat zaman VOC untuk kemudian ditanam di Indonesia.
Hal senada diungkapkan, Mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Emil Salim. Emil menilai cengkeh sebagai warisan budaya adalah bentuk kebohongan publik karena berasal dari Afrika Barat yang dibawa masuk ke Indonesia.
"RUU Pertembakuan harus dicabut. Tidak ada industri rokok cengkeh sebagai budaya. Itu bohong," ujar Emil.
Emil berpendapat, tidak masuk akal ada suatu warisan budaya yang justru menimbulkan hal yang merusak. Apalagi, kata dia, zat adiktif yang terkandung dalam rokok sangat merusak generasi muda.
Ancam Generasi MudaBerdasarkan data Komnas PT, generasi muda menghadapi ancaman peningkatan jumlah penyakit akibat konsumsi rokok sebanyak 960.000 kasus dengan tingkat kematian sebesar 217.400 per tahunnya. Padahal, pada tahun 2045, Indonesia menghadapi bonus demografi.
Hal ini juga lah yang membuat Emil mengecam Menteri Perindustrian. Sebab, kata dia, menteri itu membuat peraturan yang mendorong produksi rokok pada 2015-2020.
"Menperin jelas menembak generasi muda, dengan mild cigarette. Itu ngga betul. Jangan tembak anak muda, itu jahat," ujar Emil.
Dari sisi penyiaran, Mantan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Nina Mutmainah Armando menilai masih banyaknya iklan rokok ditayangkan di televisi. Padahal, iklan itu menurutnya yang paling berpengaruh pada generasi muda.
"Indonesia tidak pernah belajar kepada negara maju dalam mengatur pembatasan produksi, melarang iklan, promosi dan sponsor rokok," kata Nina.
Aktivis Perlindungan Anak Seto Mulyadi menegaskan, dari sisi manapun, RUU Pertembakauan tidak dapat diterima oleh akal sehat. Dengan segala peraturan mengenai perlindungan anak, Seto menganggap pemerintah harus konsekuen untuk melindungi anak dari paparan asap rokok
"Sangat tidak masuk akal membiarkan jutaan anak-anak terpapar asap rokok," tegas Seto.
Saat ini, RUU Pertembakauan sedang dalam proses harmonisasi di Badan Legislasi DPR dan akan segera dibahas usai masa reses anggota dewan pada bulan Mei mendatang.
(pit)