Hendardi: Propaganda Kebangkitan Komunisme adalah Lagu Lama

Martahan Sohuturon | CNN Indonesia
Kamis, 12 Mei 2016 00:40 WIB
Setara Institute menilai propaganda kebangkitan komunisme hanya merusak janji Presiden untuk menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu.
Ketua Setara Institute Hendardi. (ANTARA/Teresia May)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Setara Institute Hendardi menilai propaganda kebangkitan komunisme yang muncul saat ini hanya ingin merusak janji Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu, salah satunya adalah Tragedi 1965.‎ Janji tersebut dituangkan Jokowi dalam Nawacita.

"Propaganda mendaur-ulang ketakutan terhadap komunisme didesain oleh pihak-pihak yang ingin selalu menghantui masyarakat bahwa PKI akan bangkit kembali. Itu lagu lama yang selalu diputar saat aspirasi penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat menguat," kata Hendardi dalam keterangan tertulis kepada CNNIndonesia.com, Rabu (11/5).

Dia juga menilai, propaganda kebangkitan komunisme merupakan modus lama yang digunakan untuk membungkam kebebasan warga dan menghalangi upaya pengungkapan kebenaran serta pemulihan hak korban Tragedi 1965.‎

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh karena itu, menurut Hendardi, sikap pemerintah yang ingin menggunakan pendekatan hukum dalam menyikapi propaganda kebangkitan komunisme adalah sebuah kemunduran di tengah upaya penyelesaian Tragedi 1965.

"Presiden Jokowi kemungkinan memperoleh masukan yang tidak tepat dari para pembantunya atau bahkan pihak-pihak tertentu sengaja membelokkan fenomena intoleransi dalam bentuk pembubaran berbagai kegiatan masyarakat sebagai bentuk kebangkitan komunisme," katanya.

Sebelumnya, usai bertemu Presiden Jokowi, di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (10/5), Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi memberikan arahan agar pendekatan hukum digunakan dalam menyikapi maraknya atribut palu arit di Tanah Air. Menurut dia, hal itu dapat diduga sebagai kebangkitan komunisme.

Hendardi berpendapat, Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS Tahun 1966 tentang Larangan Partai Komunis Indonesia dan Pasal 107 Undang-undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang perubahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara, tidak boleh digunakan dengan semena-mena.

Sebab, menurutnya, dapat merusak iklim demokrasi dan penegakan HAM di Indonesia.

Terlebih, dia melanjutkan, selama ini pemerintah tidak bisa memverifikasi dan membuktikan tuduhan adanya kebangkitan komunisme.

"Ini merupakan propaganda tanpa indikasi dan bukti yang kuat, yang malah terjadi adalah tindakan radikal dan intoleran dalam bentuk kekerasan yang nyata," kata Hendardi.

Dia pun mengingatkan Presiden Jokowi, bila propaganda ini terus dilanjutkan dan mendapatkan dukungan pemerintah, maka kebebasan masyarakat akan menjadi korban.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, melalui TAP MPRS masyarakat tidak boleh menggunakan atau menampilkan atribut palu arit. Secara ideologi, PKI tidak boleh ada di Indonesia.

Polisi juga sudah menindak penyebaran logo berupa atribut di kaos. Pada Selasa (9/5), Kepolisian Sektor Kebayoran Baru mengungkap peredaran baju berlambang palu arit di Blok M Square, Jakarta Selatan.

Kepala Polisi Sektor Kebayoran Baru AKBP Arif Purwanto mengatakan, pihaknya mengamankan penjual kaus grup metal Kreator berlogo palu arit berwarna hitam.

Sementara itu, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, Polri mengimbau masyarakat untuk menghormati hukum yang berlaku terkait pelarangan simbol palu arit. "Ini bukan pengekangan terhadap kebebasan, tapi adalah bagaimana masyarakat bisa memahami hal-hal yang diatur dalam negara kita," kata Boy.

Boy mengatakan, aturan itu bertujuan untuk mencegah provokasi masyarakat yang bisa mengakibatkan konflik horizontal. Karena itu, peraturan harus ditegakkan dan dihormati oleh segenap unsur masyarakat. (den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER