Jakarta, CNN Indonesia -- Mayoritas fraksi di Badan Legislasi DPR sepakat memasukkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2016. Ketua Baleg Supratman Andi Agtas menyatakan sikap parlemen tersebut akan disampaikan ke pemerintah untuk pembahasan lebih lanjut.
"Pembahasan perubahan Prolegnas kami jadwalkan Juni. Kami ingin membahas itu secara cepat dan diselesaikan di masa sidang mendatang," kata Supratman di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (18/5).
Kesepakatan diambil dalam rapat tertutup internal Baleg. Apabila masuk Prolegnas perubahan, RUU PKS nantinya bakal dibahas dalam Pansus, Baleg, atau komisi terkait. Hal itu ditentukan melalui rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Perlindungan Anak yang saat ini sedang disusun pemerintah, Legislator Partai Gerindra itu berpendapat lebih baik payung hukum dalam bentuk perundang-undangan.
Legislator PDI Perjuangan Esti Wijayati menuturkan sebanyak 70 anggota DPR menandatangani desakan agar RUU PKS masuk Prolegnas Prioritas 2016. Menurutnya, kekerasan seksual terutama terhadap anak di Indonesia berstatus darurat.
Senada, Politikus PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka berpendapat, pembahasan RUU PKS dapat dilakukan lintas komisi. Kekerasan seksual tidak hanya menyangkut nasib anak yang biasanya ditangani Komisi VIII, tetapi juga hak asasi manusia yang menjadi bagian Komisi III DPR.
"Lebih cepat dimasukkan dalam Baleg karena terdiri dari berbagai komisi," tutur Rieke.
Usulan RUU PKS menguat setelah tragedi pemerkosaan dan pembunuhan massal di Bengkulu, yang menimpa Yuyun (14). Siswi SMP itu diperkosa 14 remaja, 2 April lalu. Polres Rejang Lebong telah menangkap 12 dari 14 terduga pelaku. Tujuh di antara mereka berusia di bawah 18 tahun.
Pelecehan seksual juga terjadi di Kediri terhadap 58 anak SD dan SMP oleh seorang pengusaha ternama, Sony Sandra (SS). Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengklaim telah mengawal perkara ini sejak Agustus 2015.
Presiden Joko Widodo sebelumnya memutuskan akan menerbitkan Perppu mengatasi kekerasan seksual terhadap anak. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyebutkan, ada pemberatan hukuman dalam Perppu, seperti hukuman pokok kurungan penjara maksimal 20 tahun.
Dalam UU Kekerasan Anak saat ini, hukuman maksimal bagi pelaku hanya 15 tahun. Selain itu, Perppu memuat hukuman tambahan seperti kebiri, pemasangan gelang dengan chip, dan pengungkapan identitas pelaku. Pemberian hukuman pokok dan tambahan menjadi kewenangan hakim.