Jakarta, CNN Indonesia -- Ombudsman Republik Indonesia masih menemukan praktik maladministrasi dalam pelayanan surat izin mengemudi di Satuan Pelayanan Administrasi (Satpas) Polri.
Salah satu temuannya, Satpas Polda Metro Jaya mengeluarkan SIM A bagi pengguna layanan yang belum bisa mengendarai mobil pada tahun 2015.
"Berdasarkan hasil investigasi, Ombudsman menemukan pengguna layanan menggunakan calo yang berasal dari warga sipil dengan memberikan uang sebesar Rp500 ribu," kata anggota Ombudsman Adrianus Meliala di Kantor Ombudsman, Selasa (24/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia melanjutkan, temuan kembali didapatkan Ombudsman pada tahun 2016. Seorang pengguna layanan berhasil memperoleh SIM tanpa mengikuti ujian teori dan praktik.
Menurutnya, hasil investigasi Ombudsman menemukan bahwa pengguna layanan mengeluarkan uang sebesar Rp500 ribu untuk membayar jasa calo yang berasal dari anggota Tentara Nasional Indonesia.
Temuan lainnya, kata dia, dua buah SIM C dengan identitas yang ditemukan dikeluarkan oleh dua Satpas berbeda. SIM C pertama dikeluarkan oleh Satpas Polresta Depok pada 2015, sedangkan SIM C kedua dikeluarkan oleh Satpas Polda Metro Jaya pada 2015.
"Kedua SIM C itu diurus melalui calo," kata Adrianus.
Selain praktik percaloan, maladministrasi dalam pelayanan publik SIM juga ditemukan dalam bentuk surat keterangan dokter yang hanya dilakukan untuk pemeriksaan mata.
Ombudsman, katanya, juga menemukan bahwa oknum Satpas mewajibkan pemohon SIM menjadi peserta Asuransi Bhakti Bhayangkara.
Temuan serupa juga didapatkan Ombudsman di enam Satpas di luar Polda Metro Jaya, yakni Polres Mataram, Polresta Manado, Polres Ambon, Polresta Kupang, Polresta Palangkaraya, Polresta Samarinda, Polresta Jayapura, dan Polresta Padang.
Banyak pungutan liar di satpas SIM itu. Tarifnya beragam, mulai dari Rp100 ribu hingga Rp520 ribu. Setiap pengguna layanan yang datang langsung dihampiri calo untuk ditawarkan pembuatan SIM secara kilat.
"Ini tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak," kata Adrianus.
Dia pun mengungkapkan investigasi ini merupakan hasil prakarsa sendiri. Investigasi ini juga bagian dari untuk perbaikan pada tubuh Korps Lalu Lintas Polri dalam pelayanan SIM.
Menanggapi temuan ini, Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto mengatakan, saat ini pihaknya tengah melakukan perbaikan pada sektor pelayanan SIM.
Pembenahan itu, salah satunya dengan cara memberlakukan sistem first in and first out. Sistem ini agar pemohon mengurus sendiri pembuatan dan perpanjangan SIM, tanpa harus menggunakan calo.
Saran OmbudsmanMelihat hal tersebut, Ombudsman pun mengeluarkan saran perbaikan dalam dua bentuk, jangka pendek dan panjang.
Untuk jangka pendek, Adrianus mengatakan Ombudman meminta Polri memenuhi dan menerapkan standar pelayanan publik sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Kemudian, Polri harus menyediakan ruang pencerahan dan pelaksanaan ujian tetulis yang transparan, serta ruang khusus bagi masyarakat berkebutuhan khusus.
Polri juga diminta memastikan seluruh petugas dokter dan psikologi, baik di Satpas maupun luar Sarpas, melakukan seluruh tahapan pemeriksaan kesehatan.
Selanjutnya, Polri harus mengevaluasi dan menyusun alur pelayanan dan standar ruangan pelayanan Satpas menjadi lebih transparan dan cepat.
Ombudsman juga meminta Polri segera membentuk tim khusus untuk mengawasi proses pelayanan publik SIM di Satpas demi memberantas praktik calo.
Sementara untuk jangka panjang, Ombudsman mengusulkan perubahan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Polri untuk memasukkan biaya pemeriksaan kesehatan penerbitan SIM ke dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, Ombudsman juga meminta Polri memberikan kesempatan yang sama kepada semua pihak untuk memberikan jasa asuransi. Seluruh Satpas juga diimbau agar tidak mewajibkan pengguna layanan menjadi peserta Asuransi Bhakti Bhayangkara.
Terakhir, Ombudsman mendorong penggunaan teknologi informasi untuk proses layanan pengeluaran SIM, sehingga kontak antara petugas dan pengguna layanan hanya terjadi saat proses identifikasi dan produksi.
(sur)