Derita Petani Tembakau Indonesia, Digaji Rp20 Ribu per Hari

Gloria Safira | CNN Indonesia
Minggu, 05 Jun 2016 09:31 WIB
Rp20 ribu menjadi bayarannya setiap hari untuk menggarap kebun tembakau di kawasan Temanggung, Jawa Tengah dengan menanggung beban dua anak masih bersekolah.
Rantai produksi tembakau yang panjang membuat sosok para penggarap kebun tembakau jauh dari kesejahteraan. Padahal hasil tembakau menyumbang cukai kepada negara paling besar. (CNN Indonesia/Safyra Primadyta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Rp20 ribu menjadi bayarannya setiap hari untuk menggarap kebun tembakau di kawasan Temanggung, Jawa Tengah. Kartiah, 44, terpaksa jadi penggarap kebun tembakau sepeninggal sang suami yang telah tiada lima tahun silam.

Kartiah, ia ibu yang tangguh untuk dua orang anaknya. Menggantikan suami mencari nafkah ia lakoni, meski penghasilan di menjadi penggarap tembakau tidak seberapa.

Sebelumnya, selama tiga tahun, Kartiah lebih memilih menjadi seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) dan bekerja di Singapura, di rentang 1997 sampai 2000. Pendapatan saat menjadi TKW digunakannya untuk membangun rumah agar tak kalah saing dengan tetangga lainnya di Desa Ngimbrang. Kepuasan datang kala itu karena akhirnya ia dapat membangun rumah yang diimpikannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Tapi setelah tiga tahun, aku tidak boleh lagi jadi TKW oleh suami. Justru nasib bilang lain, saya justru ditinggal suami dan sekarang jadi begini ini,” ujarnya saat berbincang dengan CNNIndonesia.com usai menanam tembakau, Temanggung, Jumat (27/5).

Tak memiliki lahan adalah kendala utamanya sehingga ia memutuskan untuk menjadi penggarap. Kartiah merasa tidak cukup dengan pendapatan hanya jadi penggarap tembakau. Anak kedua jadi tanggung jawabnya sebagai ibu dan juga kepala keluarga untuk tetap bersekolah yang kini berusia pantaran anak kelas 6 SD.

Ragam pekerjaan ia jalani, Kartiah tidak hanya menjadi penggarap tembakau. ia juga memutuskan apa saja akan ia lakukan untuk menyambung hidup dengan menjadi penggarap untuk sayur mayur dan lainnya. Walau ia perempuan, ia tidak merasa terganggu dengan tembakau yang ia garap. Sejak kecil, Kartiah sudah mengenal kehidupan bertani tembakau yang diturunkan juga dari ayah dan ibunya.

Kesal jika ia harus membandingkan apa yang ia dapat secara ekonomi saat menjadi TKW, Kartiah merasa kesejahteraan masih jauh dari kenyataan, atau bahkan hanya sekedar melintasi pikirannya.

Rumah Kartiah tergolong 'gedong' dari hasil ia menjadi TKW namun ia akui kekurangan dari segi ekonomi. Tak urung, Kartiah seringkali menangis di tengah malam di peraduannya saat berdoa.

Desa Ngimbrang di Temanggung  adalah desa Kartiah tinggal. Desa itu mendapatkan bantuan sosial dari dinas kabupaten Temanggung. Tapi tak begitu dengan Kartiah. Alih-alih memiliki rumah besar dan mewah, Kartiah dianggap sebagai masyarakat mampu yang tidak perlu mendapatkan bantuan sosial.

“Aku tuh bingung sama desaku, kok cuma karena rumahku besar aku tidak mendapat bantuan apa-apa, padahal dari ekonomi aku itu kekurangan dan butuh bantuan,” rintihnya.

Kartiah merasa dapatkan perlakuan tak adil. Beberapa warga desanya yang memiliki mobil justru seringkali dapatkan bantuan sosial yang dulu setiap tiga bulan peroleh 3 ratus ribu rupiah. Pernah sekali, beberapa warga yang mendapatkan beras memilih untuk menyisihkan beras satu liter untuk diberikan pada Kartiah.

Ia enggan bermimpi terlalu jauh membeli lahan dari setiap jerih payah yang ia lalui. Mimpi memiliki lahan dan hidup berkecukupan membuatnya takut dengan kenyataan yang tak sejalan. Saat ini, ia hanya mensyukuri segala rejeki yang ia terima agar tidak kekurangan untuk mencukupi hidupnya sehari-hari.

“Mau nabung untuk beli lahan bagaimana toh, aku tidak berani bermimpi seperti itu, hanya akan membuat kecewa saja nantinya,” tandasnya.

Hasil cukai tembakau yang begitu besar didapatkan negara, nyaris Rp170 triliun hanya dirasakan sekelompok orang saja. Rantai tembakau yang panjang membuat orang-orang seperti Kartiah terlupakan. Kartiah hanyalah satu contoh dari potret penggarapan lahan tembakau yang menghasilkan triliunan rupiah namun jauh dari kesejahteraan yang menghapuskan semua mimpinya. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER