Jakarta, CNN Indonesia -- Kretek Gadis:
Sekali isep, gadis yang Toean impikan muntjul di hadepan Toean.Penggalan iklan itu adalah bagian dari isi novel
Gadis Kretek karangan Ratih Kumala. Ratih hendak menggambarkan betapa kepulan asap dari isapan sebatang kretek mampu menghadirkan sosok fantasi gadis pujaan.
Novel Gadis Kretek berkisah tentang pencarian sosok perempuan misterius yang berujung pada penelusuran penggalan sejarah pabrik kretek dan lika-liku persaingan industri kretek rumahan di Indonesia. Ratih masuk nominasi Khatulistiwa Literary Award 2012 berkat karya ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ratih dalam karya novelnya menegaskan keberadaan kretek tak terpisahkan dengan kehidupan rakyat, terutama bagi mereka yang hidup dan ikut merintis perkembangan industri kretek di Indonesia.
"Kretek itu bagian dari budaya kita. Ada paduan racikan rempah yang diolah dan resep khas yang menambah cita rasa di setiap lintingannya," kata Ratih saat berbincang santai, Rabu sore (25/5).
Gadis Kretek menggiring pembaca pada penggalian jejak-jejak keberadaan industri kretek rumahan yang tersebar terutama di Pulau Jawa. Aroma khas kretek perpaduan tembakau dan cengkih menyeruak dalam setiap lembaran cerita yang dibumbui intrik drama di dalamnya.
Napak tilas bermula ketika seorang juragan kretek membuka tabir masa lalu, mulai dari intrik persaingan dagang hingga kasih tak sampai yang berakhir pada nama Jeng Yah. Kisah terpendam sang juragan itu diungkap ketika dirinya menjelang ajal.
Jeng Yah belakangan diketahui merupakan pemilik pabrik Kretek Gadis. Rokok kretek bikinannya legendaris dan memiliki cita rasa tak tertandingi. Selain punya resep rahasia, Jeng Yah diyakini memiliki air ludah manis yang dipercaya telah menambah khas rasa kretek lintingannya.
Sejarah KeluargaRatih melahirkan
Gadis Kretek terinspirasi dari kisah tentang pabrik rokok kretek kakeknya. Sang kakek memiliki usaha pabrik kretek rumahan --yang gulung tikar sebelum Ratih lahir-- di daerah Muntilan, Magelang, Jawa Tengah.
Perempuan kelahiran 1980 itu tidak sempat bertemu dengan sang kakek yang tutup usia saat Ratih di dalam kandungan. Cerita tentang jatuh-bangun usaha pabrik kretek Djagad milik kakeknya itu didapat Ratih dari penuturan ibunda dan keluarganya.
Salah satu cerita yang paling membekas hingga Ratih dewasa adalah tentang kebiasaan kakeknya melinting sari tembakau yang menempel di telapak tangan setiap kali selesai merajang dan mengolah kretek dengan resep saus keluarga.
"Setiap sore kakek akan membersihkan sari-sari tembakau yang menempel di tangannya. Dia akan membuat lintingan khusus untuk diisap setiap kali usai bekerja. Konon rasanya jauh lebih nikmat dari kretek lintingan yang dia produksi untuk penjualan," ujar Ratih, mengenang kembali cerita yang pernah disampaikan ibunya.
Ratih tidak pernah tahu parameter kenikmatan kretek isapan karena dia bukan seorang perokok. Namun cerita keluarga yang sampai ke telinganya telah membuat dia memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut tentang seluk-beluk kretek di Indonesia.
 Penulis buku Gadis Kretek, Ratih Kumala. (CNN Indonesia/Gilang Fauzi) |
Riset PanjangRatih menghabiskan riset selama lebih dari empat tahun sebelum mempublikasikan Gadis Kretek. Sepanjang pengumpulan bahan riset, dia sempat menyangsikan karyanya bakal layak dibukukan menjadi novel.
Selama riset, Ratih mendatangi beberapa kota penghasil kretek di Jawa Tengah seperti Kudus, Magelang, dan Temanggung. Di sana dia berbaur dengan petani tembakau dan mencermati kisah, kebiasaan, dan keseharian para petani dan pabrik-pabrik kretek rumahan.
Sepanjang penelusuran itu, Ratih menemukan keberadaan industri kretek rumahan seperti jamur yang muncul musiman, namun secepat itu pula mereka biasanya tutup operasi.
"Dalam lima tahun terakhir ini banyak industri kretek yang gulung tikar," kata dia.
Jatuh-bangun industri kretek rumahan tidak terlepas dari persaingan dagang dengan pabrikan besar penghasil merek rokok terkenal.
Terlepas dari persaingan, keberadaan industri kretek rumahan biasanya hadir hanya untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang notabene masyarakat sekitar. Selain itu, kehadiran kretek rumahan kerap hanya untuk memanfaatkan stok sisa-sisa tembakau hasil ladang mereka.
"Bahkan sisa tembakau dengan kualitas paling buruk sekalipun tetap bisa mereka jadikan lintingan karena memang ada massa pengisapnya. Setelah tembakau habis, mereka berhenti berproduksi," kata Ratih.
Kolektor KretekSejak Ratih mengawali riset, saat itu pula perempuan yang lama dibesarkan di Solo itu mulai menasbihkan diri sebagai kolektor rokok kretek.
Lewat koleksinya, Ratih sedikit banyak bisa mengurai peta perkembangan sejarah industri kretek rumahan. Setiap produk memiliki keunikan merek dan slogan produk yang menarik untuk disoroti.
Selama terjun ke lapangan, Ratih mendapati bahwa setiap produk kretek memiliki resep rahasia di balik paduan tembakau dan cengkih yang mereka suguhkan. Resep rahasia itu biasanya diramu dalam saus campuran yang menambah karakter, aroma, dan rasa dari kretek itu sendiri.
Setiap pabrik kretek bersaing menghasilkan cita rasa lintingan masing-masing. Tak sedikit dari mereka yang bahkan meniru rasa kretek dari pabrik-pabrik yang lebih mapan dan memiliki resep olahan tersendiri.
Bagi Ratih, geliat produksi krektek olahan para petani tembakau itu menjadi penegas bahwa kretek merupakan bagian dari produk budaya masyarakat Indonesia, yang seiring perjalanannya terus-menerus mengalami pembaruan terutama dalam hal resep racikan.
"Kita tidak bisa menutupi mata bahwa industri rokok kretek itu telah menghidupi banyak orang," kata Ratih.
Penelusurannya tentang kretek pada akhirnya tidak hanya membuahkan karya perpaduan riset dan fiksi yang mengungkap sejarah perkembangan rokok mulai dari klobot hingga kemasan rokok filter.
Lebih dari itu, napak tilas yang dilakoni Ratih telah mengungkap adanya kehidupan yang dijalani dengan falsafah kesederhanaan jauh di balik ladang-ladang tembakau yang bersembunyi di puncak-puncak pedesaan.
Dengan segudang materi,
Gadis Kretek yang semula hendak dituangkan dalam bentuk cerita pendek akhirnya tumbuh menjadi novel keempat karangan Ratih. Buku setebal 274 halaman yang terbit pada 2012 itu kini sudah memasuki cetakan ketiga.
Gadis Kretek sempat menuai perdebatan karena tampil dengan sampul perempuan muda berkebaya sembari mengapit rokok yang menyala. Bagaimanapun, isi dari cerita yang disuguhkan di dalamnya berhasil mencuri perhatian dunia. Gadis Kretek telah melanglang buana dialihbahasakan dalam versi bahasa Inggris dan Jerman.
(gil/yul)