Menakar Urgensi Badan Intelijen Baru Buatan Kemhan

Raja Eben Lumbanrau, Anggi Kusumadewi | CNN Indonesia
Rabu, 08 Jun 2016 12:23 WIB
Menteri Ryamizard hendak membuat badan intelijen baru. Badan Intelijen Pertahanan, jika jadi terbentuk, akan berada di bawah Kementerian Pertahanan.
Menteri Ryamizard hendak membuat badan intelijen baru. Badan Intelijen Pertahanan, jika jadi terbentuk, akan berada di bawah Kementerian Pertahanan. (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu berencana membentuk badan intelijen baru di Indonesia. Badan Intelijen Pertahanan –jika jadi terbentuk– akan berada di bawah Kementerian Pertahanan yang berkantor di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Kementerian Pertahanan di banyak negara, menurut Ryamizard, memiliki badan intelijen sendiri. Dulu saat Kemhan dan TNI jadi satu pada era Orde Baru, mereka memiliki Badan Intelijen Strategis (BAIS).

BAIS yang khusus mengurusi intelijen kemiliteran bertugas menyuplai berbagai analisis intelijen dan strategis untuk Panglima TNI dan Kemhan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun kini setelah TNI dan Kemhan terpisah menjadi institusi yang masing-masing berdiri sendiri, BAIS berada di bawah TNI, sedangkan Kemhan tidak memiliki badan intelijen.

“Ini lucu, karena Menhan yang punya kebijaksanaan terhadap TNI tentang bagaimana TNI harus bergerak, malah tidak punya intelijen,” kata Ryamizard awal pekan ini.

Badan Intelijen Pertahanan di bawah kementeriannya, ujar Ryamizard, akan punya fungsi berbeda dengan Badan Intelijen Negara (BIN). Badan Intelijen Pertahanan khusus mengurusi soal pertahanan, misal mengukur ancaman mana yang paling penting terhadap negara, dengan keanggotaan dari sipil maupun militer.

Sementara BIN merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang berfungsi sebagai koordinator badan-badan intelijen di sejumlah lembaga negara di Indonesia. BIN, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, menyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri.

“Di mana-mana, di dunia ini, enggak ada yang enggak punya (Badan Intelijen Pertahanan). Cuma di sini (Indonesia) saja enggak ada,” klaim Ryamizard.

Menurut Ryamizard, negara-negara besar setidaknya mempunyai empat badan intelijen, yakni intelijen luar negeri, intelijen dalam negeri, intelijen pertahanan, dan intelijen hukum.

UU Intelijen Negara

Pakar pertahanan dan keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi, berpendapat pembentukan Badan Intelijen Pertahanan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.

Pasal 7 UU Intelijen Negara menjelaskan bahwa ruang lingkup intelijen negara meliputi intelijen dalam negeri dan luar negeri, intelijen pertahanan dan/atau militer, intelijen kepolisian,  intelijen penegakan hukum, dan intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.

Pasal tersebut mengandung kata-kata “intelijen pertahanan dan/atau militer.” Atinya, kata Muradi, intelijen pertahanan dan militer bisa berdiri sendiri secara terpisah.

“Intelijen pertahanan adalah bagian dari tata kelola intelijen nasional. Sekarang intelijen pertahanan gabung dengan intelijen militer di BAIS. (Bisa) dipisah agar tata kelola, pelaksanaan, dan pengawasannya lebih jelas,” kata Muradi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (7/6).

Tugas intelijen pertahanan ialah merumuskan, mengkaji, serta memberikan rekomendasi atas ancaman terhadap negara yang berasal dari eksternal atau pihak asing. Fungsi ini, ujar Muradi, biasa dipegang oleh atase pertahanan.

Maka bila Badan Intelijen Pertahanan terbentuk, struktur atase pertahanan akan berpindah dari BAIS TNI ke Kementerian Pertahanan.

Latihan operasi intelijen kontraterorisme TNI Angkatan Laut di Gedung Pelni, Jakarta, akhir tahun lalu. (ANTARA/M Agung Rajasa)
Ada beda pendekatan antara intelijen pertahanan dan militer. Intelijen pertahanan, menurut Muradi, menggunakan pendekatan nonoperasional dalam mendekati potensi ancaman. Sementara intelijen militer menggunakan pendekatan operasional tempur. Namun dalam kondisi perang, kedua intelijen ini melekat dan bekerja bersama.

“Dalam kondisi damai, ada kewenangan adminstrasi politik yang melekat pada Kementerian Pertahanan sehingga membutuhkan pendekatan bukan operasional. Sesat pikir jika intelijen pertahanan dan militer itu disamakan karena ada garis pemisah antara keduanya,” ujar Muradi.

Ia mencontohkan ketika terjadi peningkatan ancaman dari negara tetangga, TNI tak bisa dengan mudah memperbesar postur militer di perbatasan. Harus ada analisis soal jenis dan potensi ancaman dari Badan Intelijen Pertahanan untuk kemudian dirumuskan secara operasional melalui intelijen militer.

“Jadi butuh intelijen pertahanan guna menganalisis potensi ancaman untuk diteruskan ke TNI agar ditindaklanjuti," kata Muradi.
Muradi menganggap pembentukan Badan Intelijen Pertahanan tidak melanggar UU karena keberadaannya tak setingkat dengan kementerian atau lembaga negara, melainkan di bawah Kementerian Pertahanan.

“Dia melekat di Kemhan, jadi cukup dengan surat keputusan menteri. Dia tidak di atas atau setingkat BIN. Jadi jangan dihadap-hadapkan dengan badan atau kementerian. Dia sama dengan BAIS yang berada di bawah Mabes TNI,” ujar Muradi.

BAIS Sudah Cukup

Pendapat berbeda dilontarkan oleh sejumlah anggota Komisi I Bidang Pertahanan dan Intelijen DPR. Wakil Ketua Komisi I Mayjen Purnawirawan Tubagus Hasanuddin menyatakan BAIS sudah mencakup fungsi intelijen pertahanan sehingga tak perlu lagi lembaga baru.

“Dalam UU Intelijen Negara, intelijen pertahanan itu adanya di TNI, jadi di BAIS, bukan Kemhan,” kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Pasal 9 UU Intelijen Negara menyebutkan penyelenggara intelijen negara di Indonesia terdiri atas Badan Intelijen Negara, Intelijen Tentara Nasional Indonesia, Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia, Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia, dan Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.

Sementara Pasal 11 ayat (1) UU tersebut berbunyi “Intelijen Tentara Nasional Indonesia menyelenggarakan fungsi intelijen pertahanan dan/atau militer.”

Merujuk pada pasal itu, Hasanuddin menilai pemerintah sesungguhnya tidak membutuhkan badan intelijen baru, sebab Kemhan dapat menerima segala laporan dan informasi intelijen dari BAIS.

Anggapan serupa muncul dari anggota Komisi I Mayjen Purnawirawan Supiadin Ari Saputra. Meski demikian, menurutnya, pemerintah dapat membentuk Badan Intelijen Pertahanan dengan jaminan tak bakal ada tumpang tindih antara lembaga baru itu dan BAIS.

(agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER