UU Polri yang Dinilai Timbulkan Polemik Perlu Direvisi

Tiara Sutari | CNN Indonesia
Jumat, 17 Jun 2016 21:22 WIB
Dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri mengenai pemberhentian dan pengangkatan Kapolri dinilai malah menimbulkan polemik yang berkepanjangan.
Presiden Joko Widodo mengatakan, sejumlah prestasi Komisaris Jenderal Tito Karnavian menjadi alasan penunjukkan sebagai calon tunggal Kapolri. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution berpendapat sebaiknya Undang-Undang tentang Polri yang terkait dengan pemberhentian dan pengangkatan Kapolri perlu direvisi.

Fadli menilai dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI Pasal 11 ayat 5 mengenai pemberhentian dan pengangkatan Kapolri malah menimbulkan polemik yang berkepanjangan. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa dalam keadaan mendesak Presiden bisa memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat Pelaksana Tugas Harian Kapolri yang selanjutnya meminta persetujuan DPR.

Dia menilai kalimat 'selanjutnya meminta persetujuan DPR' dianggap tidak jelas maksud dan tujuannya. Selain itu dalam pasal tersebut tidak menyebutkan bahwa Presiden harus menjelaskan alasannya ketika menunjuk seseorang untuk menjabat sebagai Kapolri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Harusnya Undang-Undang ini di revisi. Banyak kata yang tidak jelas arahnya. Bikin masyarakat bertanya-tanya. Ini maksudnya apa? Baiknya gimana? Gitu loh" kata Fadli, saat ditemui CNNIndonesia.com di bilangan Menteng, Jakarta, Jumat (16/6).

Fadli pun mengatakan dalam mengangkat Kapolri harusnya Presiden menyertakan alasan bukan hanya surat penunjukan yang dikirimkan ke DPR.

Selain itu, dia menyarankan pengangkatan Kapolri sebaiknya disamakan dengan pengangkatan para menteri Presiden. Pengangkatan Kapolri beserta kepala lembaga hukum lainnya dilakukan di masa awal kepemimpinan Presiden.

"Penunjukannya bersama dengan penunjukan menteri. Langsung tunjuk. Tidak usah lapor-lapor DPR" katanya.

Namun Fadli mengatakan, meskipun penunjukan dilakukan oleh Presiden tanpa campur tangan DPR, pemilihan tersebut tetap harus mengikuti batas usia maksimal seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang. Ini menunjukan hak prerogatif Presiden dalam memilih para pembantunya.

"Sama seperti memilih menteri, dipilih, diangkat, dan diberhentikan kapanpun. Hanya, khusus Kapolri tidak boleh melebihi usia pensiunnya," kata dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menunjuk Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kapolri untuk menggantikan Jenderal Badrodin Haiti yang akan pensiun pada 24 Juli mendatang. Penunjukan Tito Karnavian sebagai calon tunggal menimbulkan pro dan kontra karena dianggap terlalu muda untuk menjadi orang nomor satu di Korps Bhayangkara tersebut.

Sementara itu, Komisi III DPR RI akan melaksanakan uji kelayakan dan kepatutan terhadap Tito pada rabu pekan depan.

Tito sendiri saat ini masih menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Sebelumnya Tito pernah menjabat Kapolda Metro Jaya, Asisten Perencanaan Kapolri, dan Kapolda Papua.

(obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER