LIPUTAN KHUSUS

Bekasi, Titik Awal Pemberontakan Jawara Betawi

Yuliawati, Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Selasa, 21 Jun 2016 13:47 WIB
Pemberontakan yang dipimpin jawara Betawi pada 1869 menewaskan seorang asisten residen Belanda. Aksi pemberontakan berlanjut di daerah lain.
Tanam paksa di zaman kolonial Belanda. (Collectie Stichting Nationaal Museum van Wereldculturen via Wikimedia CC-BY-SA-3.0)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sistem tanah partikelir yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda pada abad 19, menimbulkan berbagai reaksi pemberontakan dan perlawanan yang dipelopori para para jawara di Betawi.

Pemberontakan yang muncul paling awal tercatat pada 3 April 1869 di Tambun, Bekasi. Ketika itu, Bekasi merupakan bagian dari residen Batavia.

Sistem partikelir membuat masyarakat Bekasi sengsara karena sebagian tanah Bekasi dikuasai para tuan tanah Cina dan Eropa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Masyarakat Bekasi termasuk yang paling menderita di mana para tuan tanah memperlakukan rakyatnya sebagai buruh budak yang terus diperas keringatnya,” kata Jenderal Besar TNI (Purn) AH Nasution dalam kata sambutan di buku KH Noer Ali Kemandirian Ulama Pejuang.

Pemberontakan yang terjadi di Tambun dipimpin oleh jawara bernama Bapak Rama. Aksi yang melibatkan ratusan orang ini menewaskan seorang Asisten Residen Meester Cornelis C.E Kuijper, beberapa aparat pemerintah dan tuan tanah. Para pemberontak kemudian dijatuhi hukuman mati dengan eksekusi dilangsungkan di alun-alun Bekasi.
Ketika itu, meski Bekasi rawan kekerasan, namun tanah dan airnya tetap menarik investor. Pada 1887 untuk memudahkan kegiatan ekonomi pemerintah Hindia Belanda membangun rel kereta api dari Manggarai, Cakung, Bekasi, Cikarang, Lemah Abang, sampai Kedunggedeh.

Jalur kereta ini malah semakin memperbesar eksploitasi terhadap hasil bumi dan tenanga manusia.

“Hidup masyarakat kian terbebani oleh kenaikan harga yang tinggi, upah buruh yang rendah, serta penarikan berbagai jenis pajak dan pungutan liar,” kata Ali Anwar, penulis buku KH Noer Ali Kemandirian Ulama Pejuang, kepada CNNIndonesia.com, pekan lalu.

Rumah tuan tanah Bekasi. (Collectie Stichting Nationaal Museum van Wereldculturen via Wikimedia CC-BY-SA-3.0)
Saat itu muncul jawara bernama Entong Tolo yang membela kepentingan rakyat namun kerap terlibat dalam perampokan. Pada 1910, Entong Tolo tertangkap dan dibuang ke Menado.

Beberapa tahun kemudian, pada 1913 muncul demonstrasi dari kaum buruh petani yang memprotes upah yang terlalu rendah. Aksi ini dimobilisir oleh Djoemiat Islamijah, perpanjangan tangan Sarekat Islam.
“Para petani menuntut kenaikan upah dari 22 sen menjadi 50 sen,” kata Ali. Menghadapi ini, pemerintah Hindia Belanda malah menambah pasukan Marsose yang terkenal kejam pada 1922.

Setelah masa kemerdekaan, para pejuang mempertahankan kemerdekaan dan tak mau dijajah lagi oleh bangsa asing. Beberapa ulama dan para jago yang memimpin perjuangan di antaranya Marzuki Urmaini (dari Gerakan Pemuda Islam Bekasi-GPIB), Kyai Haji Noer Alie, Angkut Abu Gozali, Rijan bersama anaknya, M.Husein Kamaly, dan Gusir.  

Berkat perjuangannya Kyai Haji Noer Ali mendapat gelar pahlawan pada 2006. 

Haji Darip dan Jaringan Antar Jawara

Tak jauh dari Bekasi, muncul tokoh jawara Betawi asal Klender, Muhammad Arif alias Darip yang dilahirkan pada 1886. Darip yang pernah belajar ke Mekah selama tiga tahun ini dikenal dengan sebutan Haji Darip.

Haji Darip. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama)
Haji Darip ketika bekerja di perusahaan kereta api, pernah terlibat dalam pemogokan jalur kereta api milik Belanda pada 1923. Aksi pemogokan diorganisir Partai Komunis Indonesia dengan mengerahkan serikat buruh kereta api. Catatan mengenai kiprah Haji Darip ini tertulis di antaranya di buku Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945-1949, karangan Robert Cribb.

Masyarakat Betawi mengenangnya sebagai pahlawan dan namanya diabadikan menjadi sebuah jalan di daerah Klender menuju Bekasi. Kisah perjuangan Darip dikenang lewat cerita lisan antar penduduk pribumi.

“Babeh tak menyimpan catatan sejarah mengenai masa perjuangannya,” kata Ahmad Huryani alias Haji Uung, 69 tahun, anak dari Haji Darip, kepada CNNINdonesia.com.

Berkat kepiawaiannya, Haji Darip memiliki wilayah kekuasaan yang luas, membentang dari markasnya di Klender, Pulogadung hingga Jatinegara.

Selama masa revolusi kemerdekaan, Haji Darip membangun jaringan dengan jawara lain seperti Camat Nata (gerombolan di Tambun), Haji Eman, Haji Masum Teluk Pucung, dan Pa’ Macen.

Selain itu, Haji Darip berhubungan dekat dengan Kyai Haji Noer Ali, jago dan ulama asal Bekasi dan Imam Syafi’i seorang tokoh jagoan yang menguasai dunia kriminialitas di daerah Senen.

Kerjasama antar para tokoh jawara berupa pembagian senjata dan kendaraan dari markas tentara Sekutu. Menurut Cribb, Haji Darip pernah mendapat suplai senjata dari pemimpin revolusi di Jawa Timur, Dr Mustopo.
Seorang yang pernah menjadi mandor waktu zaman Belanda, Murtadho yang berjuluk Macan Kemayoran juga memberikan bantuan senjata kepada Haji Darip.

“Babeh mencuri senjata dari gudang penyimpanan di Sunda Kelapa dan membawanya ke Pulogadung dengan menyusupinya ke dalam beras,” kata Iwan Cepi Murthado, anak dari Murthado kepada CNNIndonesia.com, Rabu (15/6).

Selain membangun jaringan dengan para jawara lain, Haji Darip bekerjasama dengan kelompok Menteng 31, yaitu kelompak kaum muda terpelajar Indonesia yang terdiri dari para mahasiswa kedokteran. Pada saat berlangsung pertemuan di Lapangan Ikada pada 19 September 1945, Haji Darip mengutus anak buahnya menghadiri pertemuan.

Laskar Rakyat

Pada masa masa revolusi kemerdekaan, muncul perlawanan rakyat dalam bentuk laskar-laskar sipil bersenjata. Haji Darip memimpin Barisan Rakyat (BARA).

BARA membentuk pasukan berani mati yang anggotanya terdiri dari narapidana kasus pembunuhan.
Menurut Amurwani Dwi Lestariningsih dalam Para Penuntut Balas : Jago dan Jagoan Studi Kriminalitas di Jakarta 1945-1950, BARA ini pernah mendapat didikan militer pada masa Jepang. Kelompok ini selain merekrut anggota dari masyarakat biasa, juga menarik para narapidana Cipinang .

BARA membentuk pasukan berani mati yang anggotanya terdiri dari narapidana kasus pembunuhan. "Para penghuni tahanan segan dan menaruh hormat terhadap Haji Darip karena ilmu silat dan ilmu kebal yang dimilikinya," tulis Amurwani.

Beberapa pertempuran yang dihadapi BARA di antaranya serangan pada 20 November 1945, di daerah Jati Petamburan, Karet dan Jati Baru. Pada awal Januari 1946, serdadu-serdadu NICA (Nederlandsch Indië Civil Administratie) membakar rumah-rumah di Jatinegara, Kemuning, dan Gang Ambon.

Kelompok Darip tak kuasa menghadapi perlawanan NICA karena kurangnya persenjataan. Serangan-serangan ini memaksa kelompok Darip bergeser ke luar Jakarta.

Awalnya mereka mundur ke Pulogadung berlanjut ke Cakung, Cikarang, Tambun, Bekasi, Kerawang, Cikampek dan akhirnya mendirikan markas di Purwakarta.
Pada 1947, Haji Darip tertangkap oleh pasukan Belanda di Cirebon dan dijebloskan ke dalam penjara Glodok. Ia dijatuhi hukuman selama dua tahun delapan bulan. Pada 1950, Darip dibebaskan kawan-kawan seperjuangannya dalam suasana Republik Indonesia Serikat.

Haji Darip meninggal tahun 1981 dalam usia 84 tahun. “Bapak sakit-sakitan, dia dirawat di Cempaka Putih dan dimakamkan di Tanah Koja,” kata Haji Uung.
Lihat juga:
Gaya Jago Betawi
(yul)
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER