Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPA Indonesia) yang selama ini dikenal dengan nama Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) menyoroti dampak sangat buruk yang ditimbulkan dari vaksin palsu terhadap anak-anak generasi masa depan bangsa. Karena itu LPA Indonesia menuntut para pelaku pemalsu vaksin dihukum seberat-beratnya.
Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Reza Indragiri Amriel menyatakan kerugian besar yang diakibatkan dari vaksin palsu itu terjadi pada anak-anak sebagai generasi masa depan bangsa, produsen vaksin asli, dan negara. “Para anggota sindikat pemalsuan vaksin layak dijatuhi hukuman seberat-beratnya, termasuk jika memungkinkan hukuman mati,” ujar Reza kepada CNNIndonesia.com, Selasa (28/6).
Selain hukum seberat-beratnya, Reza menyatakan LPA Indonesia juga menuntut pemerintah melakukan pemeriksaan komprehensif terhadap persediaan vaksin anak, khususnya yang termasuk dalam daftar imunisasi wajib, di seluruh sentra kesehatan yang menyelenggarakan layanan imunisasi anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Sebagai bentuk sikap konsekuen pemerintah atas pengadaan imunisasi wajib, sekaligus mengatasi ancaman besar terhadap kesehatan anak-anak akibat vaksin palsu, sudah seharusnya pemerintah mengagendakan pemberian imunisasi ulang secara cuma-cuma,” kata Reza.
Reza menuturkan upaya untuk melaksanakan pemberian imunisasi ulang tersebut akan terbantu apabila Indonesia memiliki basis data imunisasi nasional. “Basis data tersebut dapat diintegrasikan dengan Kartu Identitas Anak (KIA). Riwayat imunisasi anak akan bisa terpantau dengan basis data tersebut,” ucapnya.
Selanjutnya Reza menekankan perlunya penegasan ulang tentang kemutlakan bagi orang tua atau pengasuh untuk memenuhi seluruh imunisasi yang diwajibkan bagi anak. Ketika orang tua atau pengasuh mengabaikan keharusan untuk memberikan imunisasi wajib kepada anak, itu setara dengan pengabaian terhadap kebutuhan anak untuk hidup sehat.
“Kepada anak-anak yang kebutuhan dasarnya terabaikan tersebut dapat dikenakan status sebagai anak korban pelakuan salah dan penelantaran. Sementara, orangtua atau pengasuh si anak dikenakan ancaman pidana penjara dan/atau denda,” tutur dia.
Reza menambahkan terlepas dari adanya beberapa jenis vaksin yang diberikan gratis di posyandu, pemerintah sudah sewajarnya memperkuat dukungan bagi penelitian dan pengembangan vaksin dalam rangka memperluas akses masyarakat ke berbagai fasilitas kesehatan, termasuk ketersediaan vaksin, yang berkualitas dan berharga terjangkau.
(obs)