Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat nota kesepahaman dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk memperoleh data terkait dengan penelitian tentang Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia.
IPK tersebut nantinya akan menjadi salah satu tolak ukur bagi KPK dalam membuat kebijakan.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan IPK merupakan sebuah instrumen yang penting bagi KPK untuk melakukan pencegahan dan penindakan korupsi. Dia menuturkan IPK juga diharapkan mampu menjadi pemantik bagi KPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Indeks Persepsi Korupsi sangat penting untuk memperbaiki performa KPK ke depan," ujar Agus di Gedung KPK, Jakarta, Senin (15/8).
Agus menerangkan saat ini KPK masih mengacu pada lembaga internasional, yaitu Transparency International (TI) untuk mengetahui indeks korupsi yang terjadi di Indonesia. Dia menilai sektor yang dijadikan acuan TI dalam menilai indeks tersebut merupakan pengusaha yang berinvestasi di Indonesia.
Oleh karena itu, kerjasama dengan BPS diharapkan mampu memperoleh data dari beberapa sektor yang tidak terjangkau oleh TI. Dia menyatakan beberapa sektor yang akan disasar adalah masyarakat atau aparatur sipil negara.
"Dengan cara itu, KPK bisa lebih detil menyoroti layanan publik di setiap sektor. Jadi beda dengan rakyat Indonesia, mungkin mereka tidak investasi tapi melakukan hal menyimpang," ujarnya.
Sementara itu, Ketua BPS Suryamin mengatakan IPK merupakan bagian dari salah satu program yang dicanangkan oleh Presiden. IPK diharapkan mampu meningkatkan semangat antikorupsi dan meningkatkan pelayanan bagi masyarakat.
Dia menjelaskan untuk memperoleh data IPK, BPS akan melakukan survei dari dua sisi, yaitu dari sisi atas persepsi terhadap korupsi dan pengalaman terhadap korupsi.
Lebih lanjut, dia menuturkan, BPS merilis Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) sejak beberapa tahun lalu. Dia menyatakan BPS mencatat ada peningkatan IPAK tahun 2015, yaitu dari 3,59 pada tahun 2014 menjadi 3,61.
"Kalau makin tinggi artinya masyarakat kita makin tinggi antikorupsinya," ujarnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun CNNIndonesia.com, Transparency International pada tahun 2015 menempatkan Indonesia di ranking 88 dengan IPK sebesar 36. Indonesia masih kalah dari Malaysia yang berada di posisi 54 dengan IPK 50 dan Singapura di posisi 8 dengan IPK 85. Sementara di urutan pertama diduduki oleh Denmark dengan IPK 91.
(asa)