DPR Tunda Pengesahan Perppu Kebiri Jadi Undang-Undang

Gloria Safira Taylor | CNN Indonesia
Selasa, 23 Agu 2016 18:26 WIB
RUU Perlindungan Anak ditunda pengesahannya karena ada perbedaan kesepahaman di antara fraksi yang ada di parlemen.
Ilustrasi aksi kecaman terhadap para pelaku kekerasan seksual. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat menunda pengesahan Perppu Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak menjadi undang-undang.

Aturan yang belakangan lebih dikenal sebagai 'Perppu Kebiri' itu ditunda pengesahannya menjadi undang-undang setelah masuk dalam pembicataan tingkat dua di Rapat Paripurna parlemen.

Wakil Ketua DPR yang memimpin Rapat Paripurna Taufik Kurniawan mengatakan, kekhawatiran dari pengesahan RUU yang dilontarkan oleh fraksi partai di Komisi VIII menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Atas masukan dari setiap fraksi dan pimpinan, sudah ada kesepahaman untuk ditundanya pengesahan ini," ujarnya di ruang Rapat Paripurna DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (23/8).

Dari 10 fraksi terdapat tiga fraksi yang menolak untuk disahkannya RUU Perlindungan Anak menjadi UU. Tiga fraksi yang menolak itu adalah Gerindra, PKS, dan Demokrat.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise menilai, penundaan pengesahan RUU tersebut wajar terjadi karena adanya perbedaan pendapat dari setiap fraksi.

"Kami bersabar dan akan melihat situasi ke depan, kami siap untuk dipanggil lagi," ujarnya usai menghadiri Rapat Paripurna.

Menurut Yohana, jika RUU itu disahkan Kementerian PPPA akan melakukan pertemuan untuk menyusun peraturan pemerintah terkait dengan mekanisme dari pelaksanaan RUU Perlindungan Anak itu. Mekanisme itu mencakup rehabilitasi sosial, pemasangan chip dan peraturan khusus.

Ia menambahkan, pemerintah akan menunggu disahkannya RUU Perlindungan Anak lantaran sudah seringkali mendesak untuk segera disempurnakan.

Anggota Komisi VIII Rahayu Saraswati termasuk salah satu yang menolak disahkannya RUU. Ia mengatakan, pengajuan RUU itu telah menyalahi peraturan ada. Pengajuan seharusnya dilakukan setelah Perppu tersebut diterbitkan.

Rahayu juga mempertanyakan faktor urgensi yang menjadi alasan untuk disahkannya RUU tersebut. Menurutnya, data yang diperoleh itu harus dibedakan antara bertambahnya jumlah kasus dan bertambahnya jumlah pengaduan.

Selain itu, kata Rahayu, implementasi dari hukuman tambahan (kebiri) hanya menyasar pada hormon pelaku kekerasan seksual. Padahal, pemerintah harus melihat motif kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku kejahatan itu.

"Kami dapat masukan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), kebiri itu sasarannya hormonal sedangkan kalau pelaku motifnya kekuasaan dan sudah jahat dari sananya hormonal enggak jalan pun kejahatan masih bisa dilakukan," ucapnya.

Oleh karena itu, politikus Gerindra ini menghendaki DPR tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan untuk menghindari terbitnya kebijakan yang tidak sempurna. Proses pengesahan menurutnya harus berjalan sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan. (gil)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER