Data Korban Vaksin Palsu Dipertanyakan

Tiara Sutari | CNN Indonesia
Jumat, 26 Agu 2016 17:16 WIB
Orang tua korban terdampak vaksin palsu mempertanyakan data Kementerian Kesehatan karena tidak mencakup data korban vaksin palsu sejak 2003.
Relawan Kesehatan Indonesia saat berunjuk rasa menuntut adanya transparansi data terhadap korban vaksin palsu di depan Gedung Kementerian Kesehatan. (CNN Indonesia/Gautama Padmacinta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Orang tua korban terdampak vaksin palsu, Maruli Tua Silaban mempertanyakan data Kementerian Kesehatan yang menyebut jumlah korban vaksin palsu mencapai 1500 orang.

Menurutnya sumber data yang dikeluarkan oleh Kemkes tidak jelas dan tidak sesuai dengan pernyataan awal dari Menteri Kesehatan Nilla F. Moeloek.

Pada Juli lalu Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa vaksin palsu sudah beredar sejak 2003. Tetapi dalam data yang dirilis baru-baru ini Kemkes hanya menyebutkan jumlah korban dari 2014 hingga 2016.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"ini membuat kami sebagai orang tua korban menjadi semakin bingung dengan pernyataan menteri kemarin di pertemuan dengan Komisi IX DPR RI. Saat itu dia bilang dari tahun 2003, kok sekarang yang dirilis malah dari 2014, terus mana validitasnya?," Kata Maruli saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (26/8)
Dalam data yang dirilis Rabu (24/8) lalu, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menyatakan selama periode 2014 sampai 23 Agustus 2016 terdapat 1.500 anak menjadi korban vaksin palsu. Dari jumlah tersebut, 915 anak berada di Jakarta, 374 di Jawa Barat, dan 211 di Banten.

Nila mengatakan jumlah itu didapat berdasarkan verifikasi hasil penyidikan Badan Reserse Kriminal Polri yang menyatakan terdapat 14 rumah sakit dan delapan klinik yang telah menerima distribusi vaksin palsu.

Maruli juga mempertanyakan kinerja dari satuan tugas vaksin palsu yang dinilai tertutup dan tidak transparan. Menurutnya, satgas vaksin palsu harus segera dirombak agar bisa bekerja lebih independen dan tidak terkait dengan Kementerian Kesehatan maupun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Harusnya satgasnya itu tokoh masyarakat yang tidak terkait dengan dua lembaga itu, bagaimana satgas bisa independen kalau yang bekerja adalah orang mereka," kata Maruli.
Sementara itu, Kamis (25/8) kemarin, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur kembali menggelar sidang kasus vaksin palsu dengan tergugat Rumah Sakit Harapan Bunda, dokter Muhidin, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sebelumnya sidang sempat ditunda karena keempat tergugat mangkir dari panggilan.

Sidang berlangsung sekitar 25 menit, tergugat 1 dan 2 yakni pihak Rumah Sakit Harapan Bunda dan Dokter Muhidin dihadiri kuasa hukumnya. Sedangkan tergugat 2 dan 3, Kementerian Kesehatan dan BPOM dihadiri oleh staff yang ditugaskan untuk menghadiri.
(wis/yul)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER