KPAI: Pelaku Teror Medan Mesti Dipulihkan

Rinaldy Sofwan Fakhrana | CNN Indonesia
Selasa, 30 Agu 2016 17:33 WIB
Keadilan restoratif adalah penyelesaian tindak pidana yang melibatkan semua pihak terkait dengan menekankan pemulihan, dan bukan pembalasan.
Polisi menangkap IAH, pelaku teror Gereja Katolik Stasi Santo Yosep, Medan, Sumatera Utara. (AFP PHOTO / STR)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Perlindungan Anak Asrorun Niam Soleh menilai IAH, pelaku teror Gereja Katolik Stasi Santo Yosep, Medan, Sumatera Utara, perlu dipulihkan dari paparan radikalisme karena masih di bawah umur melalui pendekatan keadilan restoratif.

"Pendekatan restoratif ini menjadi penting dalam kerangka memutus mata rantai transmisi kekerasan dengan kader anak-anak," kata Asrorun di Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (30/8).

Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam penjelasannya, keadilan restoratif merupakan suatu proses diversi, yaitu semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, anak, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menenteramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan.
Asrorun menjelaskan ketika orang di bawah umur menjadi pelaku tindak pidana, termasuk terorisme, maka berlaku sistem peradilan anak sebagaimana diatur UU tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tersebut dengan menempatkan anak sebagai korban.

"Kalau ini tidak ditangani secara serius sedari dini maka akan muncul embrio terorisme baru," kata dia.

Dia mengatakan undang-undang jelas mengamanatkan hal itu, tapi belum semua aparat dan masyarakat berpandangan sama.

Asrorun mengapresiasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme sebagai contoh institusi yang selama ini tidak hanya berkutat pada penegakan hukum tapi juga pada pendekatan restoratif.

"[BNPT] bersama KPAI memiliki kesamaan pandang, anak itu menjadi korban sehingga butuh dipulihkan, ditangani secara khusus dan ini harus dilakukan secara serius sebagai salah satu bagian dari perlindungan anak yang terpapar terorisme," ujarnya.
Sementara itu, Polri menyebut IAH dikenakan Pasal 15 junto Pasal 6 f Undang-Undang Pemberantasan Terorisme. Hanya saja sistem peradilannya mengacu pada Undang-Undang Peradilan Anak karena pelaku masih berusia 17 tahun.

"Tetap sekali lagi perlakukannya masih dalam sistem peradilan pidana anak," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigadir Jenderal Agus Rianto.

Dia juga mengatakan IAH sejak Senin (29/8) sudah ditetapkan sebagai tersangka. "Karena terkait dengan perbuatan pada saat itu, karena dianggap mengakibatkan ketakutan, jadi dikenakan Undang-Undang Teroris."

Aksi teror bom di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep, Medan, Minggu (27/8), terjadi saat pastor Albert S Pandingan hendak menyampaikan khotbah. IAH yang membawa ransel mendekati pastor. Ia, menurut saksi mata, juga membawa senjata tajam.

Saat mendekati pastor, tas yang dibawa pelaku mengeluarkan api dan mambakar tubuhnya sendiri. Pastor berhasil menyelamatkan diri, sedangkan jemaat gereja segera menghubungi polisi.

Polisi menyebut IAH mengaku diimingi uang Rp10 juta sehingga melakukan aksinya. Namun, belum bisa dipastikan apakah betul ada pihak lain yang mempengaruhinya.

Di saat yang sama, pelaku juga mengaku terinspirasi aksi teror yang diberitakan media. Agus secara spesifik merujuk pada serangan Paris yang dilakukan Negara Islam Irak dan Suriah alias ISIS, 2015 lalu.
(rel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER