Pelaku Pelecehan Seksual Suka Cari 'Mangsa' di Asia Tenggara

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Minggu, 04 Sep 2016 11:30 WIB
Data Interpol menyebut, pelaku pelecehan seksual suka melancong ke negara-negara di Asia Tenggara untuk mencari mangsa karena murah dan kurang instrumen hukum.
Ilustrasi kejahatan pada anak. (Thinkstock/pat138241)
Jakarta, CNN Indonesia -- Belakangan Badan Reserse Kriminal Polri mengungkap kasus prostitusi dan eksploitasi anak yang melibatkan tersangka AR. Tertangkap 30 Agustus lalu di Bogor, AR sedang bersama delapan korbannya. Tujuh di antara mereka anak-anak dan beberapa di antaranya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama.

Kepolisian menyampaikan, masih ada korban lain yang berpotensi mencapai 99 orang di kasus itu. Para korban itu dijajakan untuk pelanggan penyuka anak di bawah umur alias paedofil.

Lebih ironis lagi, selain penyuka anak pelanggan itu juga berorientasi seksual pada sesama jenis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut polisi yang berhasil menangkap AR dengan cara pura-pura ingin transaksi, para korban dijajakan lewat media sosial Facebook. Ada sebuah grup yang disebut polisi berjudul 'Brondong'--istilah untuk pasangan atau target yang lebih muda.

Dari salah satu telepon genggam tersangka, didapat 99 nama yang berpotensi sebagai korban eksploitasi, selain korban yang sudah diamankan. Dari sana lah prediksi polisi atas korban prostitusi dan eksploitasi anak muncul, meski belum dapat dipastikan fakta dan keberadaannya.

Itu baru dari satu pelaku. Kenyataannya, polisi baru saja menangkap dua orang lagi tersangka, U dan E. Keduanya diduga terlibat dalam kasus yang sama. Tersangka U adalah sesama muncikari, seperti AR.

Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto mengatakan, para muncikari saling bertukar korban saat dibutuhkan. Polisi belum mau mengungkap peta jaringan bisnis itu, tapi Ari mengaku ada hubungan antar-sesama muncikari.

"Akhirnya semua jadi terkait. Setelah terungkap ini jadi saling kenal dan terkait," ujarnya.

Namun, seberapa besar persisnya jaringan itu masih belum bisa diketahui. Yang jelas Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan pada CNNIndonesia.com, kasus seperti itu bisa terjadi di mana saja.

"Kita perlu sadar bahwa penyimpangan itu ada di sekitar kita, bahwa itu bisa terjadi di mana saja. Artinya kesadaran kita untuk menjaga anak-anak harus kita tingkatkan dan bagaimana perilaku paedofil ini paling kejam dan harus kita lawan."

Meski mengejutkan, tertangkapnya RA dan 'komplotannya' bukan kasus pertama yang melibatkan paedofil di Indonesia. Sebelumnya, kata Agung, kasus semacam itu banyak dilaporkan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Pelaku 'wisata seksual' ke Asia Tenggara

Informasi yang diperoleh CNNIndonesia.com menyebut, komunitas homoseksual dan paedofil di Facebook mencapai ratusan orang. Ditanya soal itu Agung hanya menjawab dengan diplomatis, "Kami tidak membuka materi penyelidikan kami."

Tapi itu juga bukan kasus baru di dunia. Interpol sudah memberi perhatian khusus pada kasus-kasus eksploitasi seksual pada anak. Polri pun tidak mau ketinggalan. Agung menegaskan, kasus itu menjadi perhatian di semua kalangan penegak hukum.

Kaitan jelas selama ini ditemukan di antara kejahatan yang disebut-sebut sebagai 'wisata seksual' dan kejahatan serius lain seperti penyelundupan anak serta pembunuhan.Interpol
Berdasarkan data Interpol, nyaris 7.800 anak sudah menjadi korban eksploitasi seksual sejak 2001 hingga 2015. Di tahun, rata-rata tujuh anak teridentifikasi sebagai korban setiap harinya.

Angka itu bersumber dari database International Child Sexual Exploitation (ICSE) milik Interpol yang terhubung dengan 48 negara dan Europol. Selain korban, tercatat juga sudah ada lebih dari 3.800 pelaku eksploitasi seksual anak yang ditangkap.

Menariknya, pelaku pelecehan seksual belakangan suka melancong ke negara-negara di Asia Tenggara untuk mencari mangsa. Penyebabnya bisa pelaku yang memang punya banyak duit dan kurangnya instrumen hukum di negara yang mereka kunjungi.

"Tipe kejahatan seperti ini sering difasilitasi jaringan kriminal terorganisir. Kaitan jelas selama ini ditemukan di antara kejahatan yang disebut-sebut sebagai 'wisata seksual' dan kejahatan serius lain seperti penyelundupan anak serta pembunuhan," kata Interpol.

Di Indonesia sendiri, pemerintah sedang menggodok peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang mengatur hukuman kebiri kimiawi untuk pelaku paedofil.

Specialists Group on Crimes Against Children milik Interpol juga mempunyai sub bagian sendiri yang menangani masalah ini. Di sana, pakar dari seluruh dunia dikumpulkan untuk berbagi informasi dan cara kerja terbaik untuk menghadapi fenomena ini.

Namun kembali ke kasus AR dan kawan-kawan, kepolisian belum dapat memastikan adanya keterlibatan jaringan internasional, meski salah satu pelanggannya berada di Malaysia. Ari maupun Agung mengatakan, saat ini polisi dan pemerintah masih fokus menangani dan memulihkan korban.

"Nanti kita buktikan. Sekarang kita bekerja dulu," kata Agung. (rsa/rsa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER