Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bambang Gatot Ariyono mengaku ditanya soal proses penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Sultra oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Selama lima jam Bambang diperiksa KPK untuk jadi saksi kasus korupsi dengan tersangka Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, Jumat (16/9).
"Saya hanya dimintai keterangan. Sudah saya jelaskan. (Pemeriksaan) soal penerbitan izin," kata Bambang di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (16/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain terkait penerbitan izin, Bambang juga mengaku dimintai keterangan seputar PT Anugerah Harisma Barakah, selaku perusahaan pertambangan yang menerima IUP dari Nur Alam.
Meski demikian, Bambang enggan menjelaskan secara rinci soal hal tersebut. Ia mengaku, hanya meneruskan keterangan yang sebelumnya pernah disampaikan kepada penyidik KPK.
"Iya pokoknya seputar itu juga (PT AHB). Saya kan sudah pernah ditanya (penyidik KPK)," ujarnya.
Terpisah, Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati menuturkan, Bambang diperiksa sebagai saksi terkait proses penerbitan IUP di pusat, termasuk bagi Sultra. Namun, ia enggan merinci apakah ada dugaan tindak pidana dalam proses penerbitan IUP tersebut.
"Bambang dimintai keterangan tentang kebijakan Kementerian ESDM mengenai izin pertambangan dan kebijakan pusat dan daerah terkait izin pertambangan," ujar Yuyuk dalam pesan singkat.
KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka dugaan korupsi dalam perizinan tambang di provinsi yang ia pimpin. Nur Alam diduga melakukan perbuatan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara, untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi.
Terdapat sejumlah aturan atau kebijakan yang diterbitkan Nur Alam kepada PT Anugerah Harisma Barakah yang diduga sebagai bagian dari modus korupsinya. PT AHM melakukan penambangan nikel di dua kabupaten, Buton dan Bombana.
Nur Alam sebelumnya pernah dibidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara dalam kasus rekening gendut. Dia diduga menerima uang sebesar US$4,5 juta dari perusahaan asal Hong Kong, Richcorp International Limited.
Richcorp merupakan perusahaan yang bergerak di bidang tambang. Perusahaan itu membeli nikel dari PT Billy Indonesia yang membuka tambang di Konawe Selatan, Sultra.
Penyelidikan itu berdasarkan hasil laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun Kejaksaan menghentikan kasus itu dengan alasan Nur Alam telah mengembalikan duit ke Richcorp.
(sur/gil)