ANALISIS

Pilkada DKI: Hanya Megawati dan Tuhan yang Tahu

Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Selasa, 20 Sep 2016 08:21 WIB
Tak hanya Gerindra dan PKS, PKB, PAN, dan PPP, berharap PDIP bergabung bersama mereka untuk melawan Gubernur Ahok dan menggadang Wali Kota Risma.
Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri membuka Sekolah Para Calon Kepala Daerah PDIP di Wisma Kinasih, Depok, Jawa Barat, Selasa (30/8). Para kader akan ditatar sebelum bertarung di pilkada serentak 2017. (Detik Foto/Lamhot Aritonang)
Jakarta, CNN Indonesia -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan menyampaikan sikap politiknya hari ini, Selasa (20/9), dengan mengumumkan sosok yang akan dicalonkan pada pemilihan kepala daerah (pilkada) 2017 di DKI Jakarta. Alot memang melihat perjalanan beberapa bulan ini.

Sejumlah nama simpang siur menunggu kepastian dari partai pemenang Pemilu 2014 tersebut. Nama-nama dari internal maupun eksternal partai sempat dikait-kaitkan akan diusung PDIP.

Dari internal, nama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat berada di garis depan. Risma—siapa yang tak tahu— merupakan salah satu kader terbaik partai banteng moncong putih yang memang cukup populer.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nama dia muncul di bursa DKI-1 karena keberhasilannya mengubah Surabaya menjadi kota yang lebih indah. Dia tak ragu turun langsung untuk membenahi Ibu Kota Jawa Timur tersebut.

Darah Surabaya yang mengalir di tubuhnya membuat dia sangat menguasai seluk beluk kota itu. Itulah yang membuat isu dia akan ditarik ke Jakarta santer terdengar.

Bagaimana dengan Djarot?

Namanya melonjak saat PDIP memilih dia menggantikan Joko Widodo memimpin DKI Jakarta bersama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Saat Jokowi—yang saat itu berstatus Gubernur DKI—terpilih sebagai Presiden, otomatis kursi DKI-1 diambil alih Ahok yang saat itu masih menjadi politikus Gerindra.

PDIP yang tak mau kursinya di pimpinan DKI hilang, memilih Djarot sebagai wakil gubernur, meski kekuasaannya tak seperti Jokowi yang dulu menjadi gubernur.

Djarot sebelumya adalah kader PDIP yang ditugaskan memimpin Kota Blitar, kota tempat Presiden pertama Indonesia Soekarno dimakamkan. Nama Djarot semakin melambung saat Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri mengutus dia menjadi Ketua DPP bidang Kaderisasi, Organisasi, dan Keanggotaan PDIP.

Nama Djarot masuk bursa yang akan diusung PDIP juga bukan hal mengagetkan dengan prestasi seperti itu. Apalagi dia berstatus sebagai petahana.

Sosok dari eksternal partai, nama Gubernur DKI Ahok menjadi yang paling sering disebut dan dikaitkan dengan PDIP. Hubungan baik antara Ahok dan Megawati disebut menjadi "senjata" untuk mendapatkan dukungan PDIP.

Ahok mulai terdengar namanya saat dia menjadi Bupati di Belitung Timur—meski gagal dalam pertarungan meraih kursi nomor satu di Provinsi Bangka Belitung.

Sebagai pelampiasan, Ahok maju pada Pemilihan Legislatif 2009 dengan diusung Partai Golkar dan berhasil masuk ke Komisi II DPR. Hanya bertahan dua tahun, Ahok dipasangkan dengan Jokowi untuk maju di Pilkada 2012.

Selama memimpin Jakarta, baik bersama Jokowi maupun Djarot, Ahok memang terkenal sebagai sosok yang keras bahkan terkesan kasar. Dia tak sungkan memarahi warga atau anak buahnya di depan umum.

Hal itu kadang menjadi senjata makan tuan, semakin banyak orang yang tak suka dengannya. Sosoknya yang berasal dari kelompok minoritas semakin menambah dukungan agar Ahok tak lagi dipilih pada pilkada 2017.

Namun Ahok tetap mantap maju pada pilkada dengan diusung tiga partai, yaitu Partai Hanura, Golkar, dan NasDem. Meski tak pernah tegas mengatakan, Ahok tampaknya masih menanti PDIP bergabung dengan koalisinya.

Hanya saja, bukan hal mudah menarik hati PDIP karena kabarnya, sudah hampir 80 persen kader PDIP enggan mengusung kembali sang petahana. Sifat kerasnya dianggap bertentangan dengan ideologi partai.

Tak hanya itu, desakan partai lain menjadi halangan bagi Ahok mendapatkan dukungan PDIP. Gerinda dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS)—yang sudah resmi mengusung Sandiaga Uno—meminta PDIP bergabung dengan mereka dan mengutus Risma untuk hijrah ke Jakarta.

Survei dari lembaga Poltracking Institute mengatakan, jika Risma disandingkan dengan Sandiaga maka peluang mereka menang atas Ahok sangat tinggi. Meski persentasenya tidak terlalu jauh, harapan itu tetap ada.

Tak hanya Gerinda dan PKS, masih ada partai-partai lain yang ingin agar PDIP mengusung Risma di Pilkada DKI. Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan, berharap PDIP bergabung bersama mereka untuk melawan Ahok dan menggadang Risma.

Sementara Partai Demokrat hingga kini juga belum menentukan sikap politik dan tampaknya masih harap-harap cemas menanti pilihan PDIP.

Terlepas dari segala faktor eksternal itu, keputusan akhir PDIP tetap ada di tangan satu orang: Megawati.

Sebagai orang nomor satu di PDIP, Megawati punya kuasa penuh untuk menentukan siapa yang akan diusung partainya.

Memang hingga kini, di internal partai masih ada pro dan kontra soal sosok-sosok yang kabarnya akan diusung. Namun jika Megawati sudah memutuskan, pro kontra itu akan hilang dengan sendirinya karena semua akan patuh pada keputusannya.

Mengutip pernyataan politikus senior PDIP Eva Kusuma Sundari, keputusan soal pilkada DKI hanya Megawati dan Tuhan yang tahu. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER