Jakarta, CNN Indonesia -- Sejarawan JJ Rizal menyatakan DKI Jakarta tidak membutuhkan pemimpin yang memiliki kesantunan. Menurutnya, Jakarta hanya membutuhkan pemimpin yang memahami etika keadaban publik.
Hal tersebut terkait dengan adanya perdebatan soal kesantunan soal sosok para calon kepada daerah DKI di Pilkada.
"Kesantunan itu tidak dibutuhkan dalam membangun Jakarta," ujar Rizal di sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (24/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rizal menjelaskan, kesantunan seorang pemimpin harus diuji dalam sebuah situasi permasalahan yang membawa institusinya.
Dalam permasalahan itu, sang pemimpin harus mampu menjaga nama baik institusi sekaligus menjaga etika publik dalam menjelaskan akar permasalahan.
Kemarahan Ali SadikinRizal menyebut, baru mantan Gubernur DKI Ali Sadikin yang memiliki etika keadaban publik. Ia bercerita, satu kasus yang membuat Ali memiliki etika itu yaitu saat menyikapi kasus jembatan yang rubuh padahal baru tiga bulan berdiri.
Saat itu, di hadapan media, Ali secara jantan menyatakan bahwa rubuhnya jembatan merupakan tanggung jawab dirinya sendiri, bukan bawahannya atau pihak lain.
"Bang Ali konferensi pers sendiri. Hal pertama dan dikatakan terakhir adalah 'saya yang salah', tanpa ada birokrasinya," ujar Rizal.
Usai pernyataan itu, Ali baru mengumpulkan anak buahnya di sebuah ruangan untuk menumpahkan kemarahannya. Bahkan di dalam ruangan itu, Ali sempat memukul anak buahnya yang lalai dan melontarkan kata-kata kasar sebagai perwujudan rasa kemarahannya.
"Di dalam ruangan itu digamparin satu-satu anak buahnya. Bahkan sampai ada yang dikatain monyet," ujar Rizal.
Rizal berpandangan, sikap kasar Ali tidak bermasalah. Sikap itu perwujudan pemahaman Ali bahwa perlu ada moral yang baik dalam birokrasi.
"Jadi, kesantunan bukan diuji pada omongannya yang manis, bertabur kitab suci.
Bullshit itu semua menurut saya," ujarnya.
Kesantunan dan kepentingan AhokTerkait hal itu, Rizal juga menyinggung sosok Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ia menilai, kesantunan Ahok timbul jika ada kepentingan bagi dirinya saja.
Ia mencontohkan, kesantunan sesaat Ahok sempat keluar saat menjelaskan soal penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI di hadapan sejumlah artis yang menemuinya.
Saat itu, Ahok disebut menyatakan tidak ada penggusuran, melainkan sebuah relokasi. Kesantunan sesaat itu, menurut Rizal, tak berbeda dengan yang ditunjukkan oleh para birokrat di masa Orde Baru.
"Kesantunan Ahok itu mengingatkan saya pada pola kesantunan Orba yang disebut sebagai eufemisme," ujarnya.
Oleh karena itu. Rizal berharap, para calon pemimpin Jakarta tidak sekadar mengandalkan kesantunan untuk meraih dukungan. Para calon dituntut untuk berani bertanggung jawab atas semua kebijakan yang dikeluarkannya.
Antitesis AhokSebelumnya, Syarif, anggota tim pemenangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno mengatakan kedua sosok calon gubernur DKI Jakarta itu merupakan antitesis dari Ahok yang kasar serta kebijakannya yang merugikan rakyat.
"Pak Anies ini santun dan cerdas. Ditambah Pak Sandiaga pekerja keras," ujar Syarif dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (24/9).
Syarif menuturkan, pasangan Anies-Sandiaga memiliki slogan "pembangunan tanpa menyakiti", dengan mengutamakan kesantunan, baik dalam berperilaku dan bertutur kata, tanpa mengurangi kinerja sebagai kepala daerah.
"Ini sebagai antitesis dari pendapat bahwa tidak diperlukan gubernur itu santun, tutur kata, yang penting kerja, kerja, kerja," kata Syarif.
(den/obs)