Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan pemerintah sedang menyiapkan mekanisme penyelesaian konflik horizontal di Papua secara nonyudisial.
Cara itu dipilih agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam penyelesaian konflik.
Wiranto menjelaskan selama ini setiap kelompok etnis di Indonesia memiliki hukum adatnya masing-masing. Mereka menyelesaikan konflik antar masyarakat secara musyawarah dan mufakat.
“Tapi secara nasional kita punya enggak? Nah ini yang mau kita rancang, penyelesaian yang bersifat
win-win solution itu dapat kita wujudkan,” kata Wiranto usai rapat pembahasan persoalan Papua di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (5/10).
Dia mengatakan upaya penyelesaian konflik secara adat saat ini mulai hilang di daerah. Penyelesaian secara yudisial melalui jalur pengadilan lebih dipilih daripada secara adat.
“Budaya itu sekarang hilang tatkala kita langsung orientasinya ke budaya
win and lose, pengadilan. Apa-apa pengadilan,” kata Wiranto.
Menurutnya, penyelesaian melalui jalur pengadilan menghasilkan pihak yang menang dan yang kalah. Berbeda dengan nonyudisial di mana semua pihak sama-sama dimenangkan, karena diselesaikan melalui musyawarah dan mufakat.
“Tatkala pengadilan tidak bisa maka seharusnya kita kembali pada apa yang sudah ada pada diri kita (Indonesia), penyelesaian secara musyawarah dan mufakat,” ujar Wiranto.
Permasalahan HAMDalam persoalan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua, Wiranto menegaskan pemerintah masih berusaha menyelesaikannya. Dalam waktu dekat pemerintah akan menjelaskan sejumlah capaiannya.
“Sebentar lagi akan kami jelaskan apa yang sudah diselesaikan, mana yang masuk pelanggaran HAM berat dan mana yang tidak, kemudian penyelesaiannya seperti apa, supaya tidak ada prasangka buruk bahwa pemerintah seakan membiarkan, mengacuhkan itu,” kata Wiranto.
Dia mengakui bahwa penyelesaian pelanggaran HAM di Papua bukan hal mudah. Berbagai pihak dilibatkan untuk menuntaskannya, baik dari pihak saksi, Komnas HAM, juga mengumpulkan bukti.
“Kejadiannya rata-rata sudah jauh-jauh tahunnya, ’90-an sekian dan awal-awal 2000. Itu perlu bukti-bukti dan mencari bukti itu pun hambatan,” ujar Wiranto.
Pemerintah melalui Kemenko Polhukam telah berkomitmen menyelesaikan 11 kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua. Penuntasan itu sebagai amanat kebijakan pemerintahan Kabinet Kerja Jokowi-JK.
“Itu adalah amanat dari satu kebijakan pemerintah untuk menyelesaikan semua tuduhan dugaan pelanggaran HAM masa lalu baik di nasional maupun Papua,” kata Wiranto.
Komnas HAM mencatat sejumlah kasus yang tergolong dugaan pelanggaran HAM berat di Papua, di antaranya kasus Wasior (2001), Wamena (2003), Paniai (2014), serta kasus Biak Berdarah (1998).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(asa)