Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi meyakini gugatan praperadilan yang diajukan mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman akan ditolak hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Irman menjadi tersangka terkait kasus suap impor gula.
Staf biro hukum KPK Natalia Christianto mengatakan, sejumlah dalil yang disampaikan kuasa hukum Irman selama persidangan dapat dipatahkan.
"Kami optimistis menang. Dalil pemohon sudah dapat kami patahkan selama proses persidangan dan sudah kami tuangkan dalam kesimpulan," ujar Natalia ditemui di PN Jakarta Selatan, Selasa (1/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kuasa hukum Irman sebelumnya menyatakan keberatan dengan proses penangkapan Irman. Sebab Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 17 September lalu tidak disertai dengan surat penangkapan. Selain itu istilah OTT juga dinilai pihak kuasa hukum tak tepat karena tidak ada transaksi langsung antara pemberi dengan penerima suap.
Namun KPK berpendapat lain. Menurut Natalia, dalam pasal 18 KUHAP disebutkan bahwa tidak ada syarat mutlak yang mewajibkan surat penangkapan saat melakukan OTT. Dalam proses persidangan, pihak KPK juga telah menunjukkan sejumlah bukti yang menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan itu adalah benar OTT.
Setelah melakukan penangkapan pada tersangka, maka yang bersangkutan harus langsung dibawa ke kantor KPK untuk diminta keterangan. Kuasa hukum Irman sebelumnya juga keberatan karena tidak ada pihak yang mendampingi Irman saat proses penyelidikan tersebut. Namun Natalia berpendapat, tersangka berhak mendapatkan pendampingan dari kuasa hukum saat proses penyidikan bukan penyelidikan.
Dia juga membantah sengaja menjebak Irman dengan mendorong terjadinya perbuatan suap. Natalia menuturkan, perbuatan suap itu terjadi ketika ada pembicaraan, perencanaan, kesepakatan, dan penyerahan antara kedua belah pihak.
"Apabila penyerahan uangnya belum terjadi kami tidak bisa menangkap. Maka bukan kemudian kami mendorong kejahatan, tapi memang sudah ada kesepakatan antara mereka," katanya.
Lebih lanjut Natalia menuturkan, meski berkas perkara Irman telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, tapi proses praperadilan tetap dapat berjalan. Selama perkara Irman belum dimulai di Pengadilan Tipikor, maka gugatan praperadilan ini dapat diteruskan.
Meski demikian Natalia tak menampik adanya majelis hakim yang kemudian menggugurkan proses praperadilan apabila berkas perkara telah dilimpahkan ke pengadilan.
"Semua kami serahkan kepada kebijaksanaan hakim di persidangan. Toh kami melimpahkan perkara ini karena penyidik sudah yakin pada alat bukti yang dikumpulkan," ucap Natalia.
Sementara itu kuasa hukum Irman, Fahmi menilai, pelimpahan berkas perkara Irman ke pengadilan tetap tidak sah. Sebab kliennya itu belum menjalani pemeriksaan saat proses penyidikan.
"Dalam prosedur penanganan perkara, pemeriksaan tersangka itu wajib. Kalau tersangka tidak diperiksa dan langsung P21 (berkas lengkap) berarti ada hak tersangka yang diabaikan," ucap Fahmi.
Dia juga mempersoalkan surat tugas yang dibawa KPK saat penangkapan. Menurut Fahmi, surat itu bukan ditujukan pada Irman namun Direktur CV Semesta Berjaya, Sutanto. Belakangan diketahui bahwa Sutanto adalah terdakwa pengedar gula tanpa SNI di Padang, Sumatera Barat. Dia masih berstatus tahanan kota yang mestinya tak boleh berpergian bahkan hingga ke luar kota. Sutanto dan istrinya, Memi, yang kemudian menyerahkan bungkusan berisi uang Rp100 juta kepada Irman.
KPK telah menetapkan Irman sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi terkait pengurusan kuota gula impor untuk Provinsi Sumatera Barat tahun 2016 yang diberikan Perum Bulog kepada CV Semesta Berjaya.
Irman diketahui sempat berkomunikasi dengan Direktur Utama Bulog untuk memberi rekomendasi pada CV Semesta Berjaya supaya mendapat jatah gula impor. Dalam kasus ini, KPK juga telah menetapkan Sutanto dan Memi sebagai tersangka pemberi suap.
(rel/obs)