Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan sejumlah dokumen yang menjadi bukti atas penetapan Irman Gusman sebagai tersangka pada sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (28/10). Irman merupakan mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang menjadi tersangka kasus suap impor gula.
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengatakan, ada 32 bukti dokumen yang diajukan pada hakim tunggal I Wayan Karya. Di antaranya yakni soal administrasi penyelidikan, penahanan, penyitaan, hingga dokumen terkait masalah impor gula.
"Dokumen yang membahas soal pokok perkara juga kami serahkan. Mestinya tidak boleh, tapi dari pihak pemohon sudah menyentuh pokok perkara jadi kami juga harus atur strategi," ujar Setiadi saat ditemui di PN Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain menyerahkan sejumlah dokumen, KPK juga menghadirkan dua orang ahli dalam sidang praperadilan hari ini, yakni ahli hukum acara pidana, Adnan Pasiladja dan ahli hukum pidana, Anak Agung Oka Mahendra. Kedua ahli tersebut sebelumnya juga dihadirkan saat sidang praperadilan yang diajukan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.
Lebih lanjut Setiadi menuturkan, proses praperadilan tetap akan berjalan meski berkas tersangka Irman telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta hari ini. Pelimpahan berkas ini dilakukan bersama dengan berkas milik tersangka pemberi suap yakni Xaveriady Sutanto dan istrinya, Memi.
Kejanggalan Penangkapan IrmanDalam persidangan sebelumnya, kuasa hukum Irman, Tommy S Bhail menduga kliennya sengaja dijebak saat proses penangkapan. Dugaan adanya jebakan itu terlihat dari kedatangan Sutanto selaku Direktur CV Berjaya Semesta yang sangat mendadak di rumah dinas Irman pada 17 September lalu. Sutanto datang bersama Memi saat sudah larut malam.
"Ada indikasi bahwa ini jebakan yang sengaja dibuat untuk menangkap pemohon," ujar Tommy.
Menurut Tommy, Irman tak mengenal Sutanto dan hanya mengenal Memi.
Dalam pertemuan itu, Memi memberikan oleh-oleh yang disimpan dalam sebuah bungkusan. Irman, kata dia, tak mengetahui bahwa isi bungkusan tersebut ternyata uang sebesar Rp100 juta. Irman baru mengetahuinya setelah Sutanto tiba-tiba menanyakan isi bungkusan itu usai penyidik KPK tiba di rumahnya.
"Pak mana uang Rp100 juta yang saya bawa untuk beli mobil bapak itu," tutur Tommy menirukan ucapan Sutanto.
Irman pun terkejut dan balik bertanya uang apa yang dimaksud Sutanto. Uang yang dimaksud rupanya adalah bungkusan yang telah diterima Irman. Dia lantas meminta istrinya, Liestyana Gusman, mengambil bungkusan itu di lantai dua. Ternyata bungkusan itu benar berisi uang Rp100 juta yang kemudian diserahkan pada penyidik KPK.
Tommy juga mempersoalkan surat tugas yang dibawa KPK dalam permohonannya. Menurut Tommy, surat itu bukan ditujukan pada Irman namun Sutanto. Belakangan diketahui bahwa Sutanto adalah terdakwa pengedar gula tanpa SNI di Padang, Sumatera Barat. Dia masih berstatus tahanan kota yang mestinya tak boleh berpergian bahkan hingga ke luar kota.
"Dalam surat itu ditujukan perintah penyidikan atas nama Sutanto tertanggal 24 Juni 2016," katanya.
Proses pemeriksaan pada Irman pun dianggap Tommy bersifat memaksa. Tommy mengatakan, Irman sempat menolak saat akan dibawa ke kantor KPK karena merasa tidak menerima suap. Namun penyidik KPK mengancam akan memborgolnya apabila tidak bersedia ikut ke kantor KPK.
"Pemohon menolak tapi diancam akan diborgol. Kalau dijelaskan secara santun mestinya pemohon bersedia," ucap Tommy.
Pernyataan operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK itu pun dianggap Tommy tidak tepat sebab bukti berupa bungkusan uang Rp100 juta tidak ada di tangan Irman. Bungkusan itu diketahui telah berada di ruang tengah lantai dua rumah Irman.
Mestinya, kata Tommy, ketentuan dalam OTT adalah adanya bukti serah terima uang atau barang secara langsung yang dilakukan antara pemberi dengan penerima.
Dalam permohonannya, Tommy juga menyinggung pernyataan KPK yang tidak konsisten atas sangkaan terhadap Irman. Pada jumpa pers 17 September lalu, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan bahwa Irman ditetapkan sebagai tersangka karena menerima suap terkait tindak pidana pengaturan kuota impor gula.
Selang dua hari kemudian, pernyataan itu berubah. Irman disangka memperdagangkan pengaruh dalam pengaturan distribusi gula impor. Padahal sebagai Ketua DPD, kata dia, Irman tidak punya kewenangan mengurus izin impor gula.
Di samping itu adanya pemanfaatan pengaruh yang disebutkan KPK juga tak bisa diterapkan dalam penanganan kasus ini. Tommy berpendapat, ketentuan mengenai pemanfaatan pengaruh belum menjadi hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Oleh karena itu, Tommy menyatakan bahwa penetapan kliennya sebagai tersangka tidak sah. Penyidik KPK dianggap tidak menemukan bukti permulaan untuk menetapkan Irman sebagai tersangka.
Tommy juga meminta agar KPK tidak melakukan pemeriksaan pada Irman selama proses praperadilan berlangsung. Tommy memohon pada majelis hakim agar penetapan tersangka pada kliennya dibatalkan karena tidak sah dan tidak berdasarkan hukum.
"Kami juga memohon agar hakim menetapkan rehabilitasi atau memulihkan nama baik Irman Gusman sesuai harkat dan martabatnya sebagai Ketua DPD," tutur Tommy.
KPK telah menetapkan Irman sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi terkait pengurusan kuota gula impor untuk Provinsi Sumatera Barat tahun 2016 yang diberikan Perum Bulog kepada CV Semesta Berjaya.
Irman diketahui sempat berkomunikasi dengan Direktur Utama Bulog untuk memberi rekomendasi pada CV Semesta Berjaya supaya mendapat jatah gula impor. Dalam kasus ini, KPK juga telah menetapkan Sutanto dan Memi sebagai tersangka pemberi suap.
(gil)