Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jakarta Selatan Harry Safarimau dan koordinator aksi Dicky Reza Wibowo memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya terkait unjuk rasa yang berujung ricuh pada Jumat, 4 November lalu.
"Kami datang bersama-sama bahwa kami baru menandatangani surat kuasa pemanggilan Dicky dan Harry ke Polda Metro Jaya," kata pengacara Dicky dan Harry, TB M Ali Akbar di Jakarta, Rabu (9/11) dilansir dari
Antara.
Pemanggilan Dicky dan Harry, menurut Ali, berdasarkan pengembangan informasi atau temuan fakta di lapangan. Ali menuturkan, kedua kliennya itu memenuhi panggilan polisi untuk mempertanggungjawabkan yang dipersangkakan terkait kerusuhan demonstrasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mudah-mudahan penyidik bekerja profesional dan tidak gegabah," ujar Ali.
Sementara itu, Harry menyebutkan kedatangan ke Polda Metro Jaya untuk memenuhi panggilan penyidik kepolisian sebagai Ketua HMI Jakarta Selatan dan Dicky menjadi pengurus.
Agenda pemeriksaan terhadap Harry dan Dicky berdasarkan keterangan dari salah satu pendemo mengaku dari HMI berinisial HY yang sempat diamankan petugas.
Kepada penyidik, HY mengaku diajak Dicky yang berperan sebagai koordinator lapangan aksi demontrasi di sekitar Silang Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat itu.
Sekjen HMI tak ditahanSementara itu penyidik Polda Metro Jaya memutuskan untuk tidak menahan Sekretaris Jenderal HMI Amijaya Halim yang menjadi tersangka terkait kerusuhan 4 November.
"Kami tak menahan Sekjen HMI," kata Kepala Unit IV Subdirektorat Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Polisi Armayni.
Armayni enggan menjelaskan alasan penyidik kepolisian tidak menahan Amijaya Halim yang diduga melawan petugas saat menjaga aksi damai berujung ricuh tersebut.
Namun, Armayni menambahkan, penyidik tetap menahan empat tersangka anggota HMI lainnya yakni Ismail Ibrahim, Rahmat Muni, Romadon Reubun dan Muhammad Rizki Berkat.
Sebelumnya, anggota Polda Metro Jaya menangkap kelima anggota HMI itu pada beberapa lokasi berbeda di Jakarta dan sekitarnya pada Senin (7/11) tengah malam.
Usai menjalani pemeriksaan, kelima mahasiswa itu ditetapkan tersangka dikenakan Pasal 214 KUHP juncto Pasal 212 KUHP lantaran melawan petugas dengan ancaman penjara tujuh tahun.
Terkait kasus yang menjerat anggota HMI, Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) memberikan pernyataan sikap atas penangkapan lima kader kadernya.
KAHMI menyayangkan adanya penangkapan itu dan akan memberikan bantuan hukum kepada kader HMI yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka.
"KAHMI sangat menyayangkan aparat Kepolisian yang bertindak represif dan lambatnya melakukan antisipasi yang mengakibatkan bentrokan massa terjadi," bunyi kutipan surat yang ditandatangani langsung oleh Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI Mahfud MD.
KAHMI juga meminta kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk melakukan pengusutan secara menyeluruh terhadap oknum aparat kepolisian yang diduga melakukan provokasi terhadap massa sehingga terjadi bentrokan dan tindakan anarkis.
Sebelumnya, sejumlah organisasi masyarakat, keagamaan dan mahasiswa berunjuk rasa menolak penistaan agama di sekitar Silang Monumen Nasional (Monas) Jakarta pada Jumat (4/11).
Awalnya, aksi berjalan damai namun massa mulai anarkis selepas salat isya sehingga petugas melepaskan tembakan gas air untuk membubarkan konsentrasi pengunjuk rasa.
Akibat kerusuhan itu sebanyak 350 orang terluka termasuk dari petugas gabungan dan pengunjuk rasa, seorang pendemo meninggal dunia karena penyakit asma, serta 21 kendaraan rusak
(rel/asa)