Hakim Tolak Mekanisme Peringatan Keras dalam Kasus Ahok

priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Selasa, 27 Des 2016 12:28 WIB
Majelis hakim menolak eksepsi tim kuasa hukum Ahok yang menghendaki penerapan mekanisme peringatan keras pada perbuatan penistaan agama.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menolak eksepsi atau nota keberatan tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama terkait mekanisme peringatan keras pada perbuatan penistaan agama. (TEMPO/Eko Siswono Toyudho/Pool)
Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menolak eksepsi atau nota keberatan tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama terkait mekanisme peringatan keras pada perbuatan penistaan agama. Ahok, sapaan Basuki, merupakan terdakwa kasus dugaan penistaan agama.

"Menimbang bahwa dakwan pertama Pasal 156 huruf a KUHP yang merupakan pasal baru dari Pasal 4 UU Nomor 1 PNPS 1965 tidak perlu melalui peringatan keras. Maka keberatan penasihat hukum tidak berdasar dan tidak berasalan hukum," ujar anggota majelis hakim dalam sidang putusan sela di PN Jakut, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (27/12).

Dalam poin eksepsinya, sebelumnya, tim kuasa hukum menyatakan bahwa penerapan pasal 156 huruf a KUHP mengenai delik penodaan agama, harus melalui mekanisme peringatan keras terlebih dulu sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 PNPS 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aturan tersebut dinilai masih berlaku sebagai hukum positif di Indonesia yang khusus dan paling lengkap mengatur tentang penodaan agama dan delik penodaan agama.

Namun dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa dalil yang disampaikan penasihat hukum soal mekanisme tersebut tidak benar. Dalam ketentuan pasal 1 UU Nomor 1 PNPS 1965 mengatur bahwa peringatan keras diberikan pada organisasi atau aliran kepercayaan yang mengeluarkan pernyataan bersifat permusuhan. Oleh karena itu, majelis hakim menilai ketentuan tersebut berlaku khusus bagi organisasi atau aliran kepercayaan dan tak berlaku bagi terdakwa.

"Menimbang bahwa apabila setelah mendapat peringatan, organisasi atau aliran kepercayaan masih terus melanggar Pasal 1 maka yang bersangkutan dipidana selama-lamanya lima tahun," ucap anggota majelis hakim.

Sebelumnya, majelis hakim menolak nota keberatan terdakwa perkara dugaan penistaan agama Ahok. Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto mengatakan, dakwaan jaksa penuntut umum sah menurut hukum sehingga sidang dilanjutkan.

Agenda berikutnya, yaitu pemeriksaan saksi, akan berlangsung di gedung Kementerian Pertanian, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Selasa, 3 Januari 2017, pukul 09.00 WIB. (rel/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER