Jakarta, CNN Indonesia -- Ombudsman Republik Indonesia menyebut persoalan regulasi dan lemahnya pengawasan telah menjadi penyebab banyak Tenaga Kerja Asing ilegal di Indonesia.
Anggota Ombudsman Laode Ida mengatakan, banyaknya kasus TKA ilegal belakangan ini menimbulkan dugaan telah terjadi maladministrasi yang dilakukan oleh kementerian dan lembaga terkait keberadaan TKA di Indonesia.
"Di Indonesia, masuknya TKA menjadi perhatian khusus. Kami menduga ada penyalagunaan kebijakan dan koordinasi belum berjalan lancar," ujar Laode di Kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis (19/1).
Berdasarkan hasil investigasi Ombudsman, sejumlah regulasi yang telah dikeluarkan oleh kementerian terkait tidak mampu menanggulangi masuknya TKA ilegal. Pasalnya, perwakilan Ombudsman di daerah menerima banyak laporan keberadaan TKA ilegal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para TKA ilegal itu, kata dia, bekerja di berbagai sektor lapangan pekerjaan, seperti infrastruktur dan pertambangan. Ombudsman menilai, keberadaan TKA ilegal tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah yang hendak menanggulangi pengangguran.
Laode mengatakan, para TKA ilegal masuk melalui jalur laut, darat, dan udara. Mereka memanfaatkan sejumlah oknum masyarakat lokal dan jaringan perdagangan manusia untuk masuk ke Indoensia.
Ia menambahkan, saat ini belum ada jumlah pasti TKA ilegal di Indonesia. Para TKA ilegal itu tersebar di sejumlah daerah di Indonesia dan bekerja di berbagai bidang.
"Data TKA ilegal masih simpang siur. Kalau tidak teratasi bisa menimbulkan konflik horizontal," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengkritisi keberadaan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2015 tentang TKA. Ia menilai, Permen tersebut menjadi penyebab Indonesia kebanjiran TKA.
Saleh mengatakan, Permen tersebut tidak mencantumkan kewajiban bagi setiap TKA untuk menguasai bahasa Indonesia. Hal itu dinilai menyebabkan tersumbatnya transformasi pengetahuan dan kesalahan koordinasi dengan tenaga kerja lokal.
"Kami mendesak revisi Permenaker Nomor 35 Tahun 2015. Jadi dengan penguasaan bahasa Indonesia, TKA yang datang adalah skill worker. Itu juga menjadi filter," ujar Saleh.
Saleh juga mendesak peningkatan pengawasan oleh Kemnaker dan Ditjen Imigrasi, serta meninjau kembali kebijakan kerjasama proyek dengan negara lain, khsusunya China.
China menurut Saleh kerap membawa sejumlah tenaga kerjanya untuk mengerjakan pekerjaan yang sebenarnya bisa dikerjakan oleh pekerja asli Indonesia.
"Kami mendesak pemerintah mengutamakan pekerja lokal. Saya bukan anti asing," ujarnya.
Di sisi lain, Plt Dirjen Pengawas Ketenagakerjaan Kemnaker, Maruli Hasiloan Tambunan mengakui pihaknya belum bekerja optimal dalam mengawasi TKA. Namun, ia mengklaim, sejumlah upaya telah dilakukan untuk mengawasi TKA.
"Kami tidak menyangkal ada TKA ilegal. Namun kami juga berupaya melakukan pengawasan dengan berintegrasi," ujarnya.
Maruli mengatakan, Kemnaker telah menerbitkan sejumlah kebijakan ketat TKA. Kemnaker juga telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk mengawasi keberadaan TKA ilegal.
Manurutnya, banyak TKA juga terkait dengan sejumlah kebijakan investasi pemerintah. Berdasarkan data Badan Kordinasi Penanaman Modal, kata Maruli, pemerintah kali ini menargetkan investasi sebesar Rp600 triliun.
Berdasarkan data yang dikantongi Maruli, ada sekitar 74 ribu TKA di Indoensia, dengan TKA terbesar berasal dari China sekitar 21 ribu orang. Dengan data itu, ia juga sekaligus menampik isu yang menyebut ada 10 juta TKA asal China di Indonesia.
"Kami tidak setuju (isu) ada 10 juta TKA. Namun kami tidak menyangkal ada TKA ilegal. Prinsipnya saat ini masih bisa kami kendalikan," ujar Maruli.