Perhimpunan peternak senang Hakim MK Patrialis Akbar ditangkap KPK. (Detikcom/Hasan Alhabshy)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Teguh Boediyana, menyambut baik Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjerat Patrialis Akbar, hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Patrialis diduga menerima hadiah terkait uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
PPSKI pada 16 Oktober 2015 mengajukan judicial review Pasal 36 UU nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Teguh menyebut semua proses sudah berjalan dan selesai sejak 12 Mei 2016. Hanya saja, hingga saat ini MK belum memberikan keputusan.
Terkait dengan tangkap tangan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Teguh mengatakan MK akan kembali menyidangkan judicial review yang sempat mandek selama delapan bulan tersebut. Sidang rencananya akan digelar pada Rabu, 1 Februari 2017.
"Ini kan tadi ada press release dari MK katanya Rabu depan akan disidangkan oleh majelis hakim MK. Untung datang OTT, kalau tidak mungkin baru tahun depan, mungkin. Ini yang saya dengar ya," kata Teguh dalam konferensi pers di Jakartan Selatan, Kamis (26/1).
Putusan dari MK, menurut Teguh, sebenarnya sudah sangat ditunggu. Sebab, hal itu akan menentukan masa depan peternakan sapi, kerbau, kambing, dan domba di tanah air.
Teguh yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Peternak Nasional juga menyayangkan pemerintah mengeluarkan PP Nomor 4 Tahun 2016 sedangkan MK belum memberi keputusan terhadap judicial review yang mereka ajukan.
Peraturan Pemerintah itulah yang kemudian menjadi dasar Indonesia mengimpor daging yang statusnya belum bebas Penyakit Mulut dan Kuku.
Teguh melihat impor daging adalah bisnis besar sehingga kemudian dimanfaatkan untuk korupsi. Padahal, pertimbangan utama PPSKI mengajukan judicial review untuk memastikan hewan bebas penyakit.
"Pemerintah punya dasar memang karena MK tidak mengeluarkan putusan. Ini mungkin yang dimanfaatkan. Impor (daging) ini bisnis besar," kata Teguh.
Apabila nantinya MK tidak mengabulkan judicial review tersebut, Teguh mengatakan pemerintah harus siap dengan segala risiko seperti penyakit maupun dampak sosial ekonomi.
"Kalau MK tidak mengabulkan judicial reviewkami, ya tentunya pemerintah harus siap dengan segala risiko—risiko penyakit dan macam macam. Dampak sosial ekonomi ini yang harus diterima pemerintah," kata Teguh.
Namun apabila MK mengabulkan, itu berarti, menurut Teguh, MK tidak konsisten. Karena MK berarti kembali mengabulkan putusan yang sebelumnya sudah pernah disetujui pada pasal 59 UU 18 Tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan.
"Kami hanya bisa mengatakan bahwa MK tidak konsisten, karena putusan tahun 2010, gugatan pertama yang kami ajukan kan sudah dikabulkan," ujar Teguh.