Jakarta, CNN Indonesia -- Susilo Bambang Yudhoyono Khawatir ada penyadapan komunikasi telepon miliknya. Kekhawatirannya itu muncul lantaran dalam sidang penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama, saksi Ma'ruf Amin dicecar pertanyaan soal komunikasi telepon dengan SBY.
Ma'ruf membantah, namun kuasa hukum dan terdakwa tak menyerah begitu saja. Sempat ada ucapan ingin melanjutkan ke proses hukum karena Ma'ruf dinilai memberikan keterangan yang tidak semestinya.
SBY pun meradang. Jika memang benar ada aksi penyadapan, ia meminta pemerintah menjelaskan dan penegak hukum mengusutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah lantas menanggapi. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menegaskan, pemerintah tak mungkin menyadap SBY.
"Kalau pemerintah enggak mungkin melakukan (penyadapan) itu," kata Yasonna kemarin.
Pemerintah menurutnya juga tidak pernah memberikan perintah untuk melakukan penyadapan. Penyadapan, kata Yasonna, hanya boleh dilakukan oleh penegak hukum yang memiliki kewenangan tertentu.
"Kami tidak intervensi penyadapan, kecuali ada tindakan hukum oleh KPK, polisi, jaksa agung, itu dalam rangka penegakan hukum," katanya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara juga bersuara. Ia mengaku telah mengecek ke sejumlah lembaga negara terkait dugaan penyadapan itu.
Rudiantara mengatakan, penyadapan tidak dibenarkan oleh undang-undang, kecuali dilakukan oleh KPK, Badan Intelijen Negara, dan penyidik dalam rangka penegakan hukum.
“Saya sudah cek, rasanya tidak ada lembaga negara yang melakukannya,” kata Rudiantara.
Sementara Badan Intelijen Negara juga membantah ada tindakan penyadapan yang dilakukan pada Presiden RI ke-6 itu.
BIN melalui keterangan resminya menyatakan tidak punya sangkut paut dengan apa yang dinyatakan kuasa hukum Ahok, sapaan Basuki.
"BIN menegaskan bahwa informasi tersebut bukan berasal dari BIN," kata Deputi VI BIN Sundawan Salya dalam keterangan tertulis.
Sundawan menyatakan BIN punya kewenangan untuk melakukan penyadapan. Namun dia menegaskan penyadapan hanya dilakukan untuk kepentingan penyelenggaraan fungsi intelijen sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Hal yang sama dinyatakan Polri. Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Syafruddin menyatakan, dirinya sama sekali tidak tahu soal dugaan penyadapan yang dikhawatirkan SBY.
Menurutnya, sejumlah persyaratan dibutuhkan Polri sebelum menyadap. Salah satunya meminta izin pengadilan sehingga Polri tidak sembarangan menyadap apalagi secara ilegal.
Mantan Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian ini mengatakan, Polri dapat menyadap orang tanpa izin pengadilan untuk kejahatan luar biasa seperti narkotika dan terorisme.
Sementara Prisiden Joko Widodo enggan menanggapi lebih jauh dugaan tersebut. Menurutnya, isu tersebut berawal dari ruang sidang sehingga pantas ditanyakan oleh pihak-pihak terkait persidangan itu.
"Yang bicara itu kan pengacara. Lha kok barangnya dikirim ke saya. Ya enggak ada hubungannya," kata Jokowi sambil tertawa.
Penyadapan diatur dalam UU Telekomunikasi di Pasal 40 yang berbunyi "Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun."
Hukuman penjara 15 tahun jadi ancaman penjara maksimal untuk kasus penyadapan.
Sedangkan penyadapan berdasarkan Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik masuk dalam istilah intersepsi. Dalam undang-undang ini ancaman hukuman bagi orang yang menyadap adalah hukuman paling lama 10 tahun dan denda Rp800 juta.
Pengecualian aturan penyadapan atau intersepsi diberikan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dikhususkan lagi, untuk KPK yang tertuang di Pasal 12 UU KPK disebutkan jika lembaga antirasuah itu berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan untuk melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Namun, di sana tak ada aturan soal prosedur penyadapan.
(sur/ptr)