Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyebut Tentara Nasional Indonesia tidak akan merugi atas penghentian sementara kerja sama dengan Australian Defence Force (ADF).
"Tidak ada dampak negatif," ucap Wiranto singkat saat ditemui di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/1).
Wiranto menuturkan, TNI telah menjalin hubungan dengan ADF sejak bertahun-tahun lalu. Kerja sama bilateral di sektor pertahanan itu, kata dia, telah memberikan keuntungan bagi kedua negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kerja sama dalam rangka pertahanan dan meningkatkan profesionalisme militer. Sejak saya jadi Panglima ABRI sudah ada," kata dia.
Wiranto menyebut TNI dan ADF rutin menggelar kegiatan bersama, antara lain tukar-menukar perwira dalam program pelatihan tertentu, satu di antaranya pelatihan lingusitik yang menurut Wiranto kini dihentikan sementara.
Latihan militer bersama pun masuk dalam agenda kerja sama dua angkatan bersenjata tersebut. "Itu sudah lama dilakukan," tuturnya.
Data yang diunggah pada situs University New South Wales menunjukkan, sejumlah purnawirawan jenderal TNI pernah menempuh pendidikan kilat di Australia, antara lain Hendropriyono tahun 1971 di School of Military Intelligence, Canungra; Ryamizard Ryacudu yang mendapatkan
on job training tahun 1974, dan Sutiyoso tahun 1989 di Army Command and Staff Collage.
Merujuk pemberitaan media massa Australia
Sydney Morning Herald, salah satu kerja sama itu dilakukan Kopassus dan Special Air Service Regiment (SAS).
Pada akhir dekade 2000-an, dua unit pasukan yang dibentuk untuk operasi khusus itu menggelar latihan penanggulangan aksi terorisme, satu di antaranya bertempat di Denpasar, Bali.
Komandan SAS saat itu, Mayor Jenderal Tim McOwan menyebut kerja sama itu vital karena ribuan warga Australia mengunjungi Bali setiap tahunnya.
 Pasukan TNI dan ADF berlatih dalam Junior Officer Combat Instructor Training di Tully, Australia, Oktober 2014. (Australian Defence Force/Handout via REUTERS) |
Kepada
Australian Broadcasting Corporation, Letnan Jenderal Lodewijk Freidrich Paulus yang kala itu menjabat komandan Kopassus berkata, "Setiap hari turis asal Australia masih mendapatkan perlindungan dari Kopassus."
Namun, sejumlah kalangan di Australia mengkritik keputusan SAS bekerja sama dengan Kopassus. Alasannya, pasukan khusus TNI AD itu diduga terlibat pada sejumlah dugaan kasus pelanggaran hak asasi manusia.
Isu HAM itu pula yang mendasari Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo melayangkan surat kepada Panglima ADF Marsekal Mark Biskin pada 9 Desember lalu.
Latar belakangnya, perwira Kopassus yang mengajar di ADF menemukan konten yang melecehkan Pancasila dalam kurikulum angkatan bersenjata Australia itu. Isu Timor Timur dan Papua juga disebut tertuang dalam buku wajib tentara negeri kanguru itu.
Merujuk analisis Allan Behm, peneliti Kebijakan dan Strategi Internasional Departemen Pertahanan Australia, Marsekal Doug Riding yang menjabat Wakil Panglima ADF pada 1999, pernah mengkonfirmasi Mabes TNI tentang dugaan sokongan persenjataan terhadap milisi pro-integrasi Timor Timur.
"Saat itu Riding diterima dengan hangat oleh Asisten Teritorial TNI Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Panglima TNI Sugiono," tulis Allan dalam tulisan berjudul
Cooperation with Kopassus? Take Care.
Di luar hubungan yang naik-turun, Buku Putih Pertahanan Australia tahun 2016 menempatkan Indonesia sebagai mitra vital dalam urusan keamanan dan pertahanan, selain Amerika Serikat, Selandia Baru, Jepang, India, Singapura, dan Korea Selatan.
Fakta itu juga tertuang pada Buku Putih Pertahanan Australia tahun 1976. Buku itu menyebut Australia memiliki program kerja sama pertahanan regional yang penting dengan Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Papua Nugini.
"Pelatihan itu disediakan untuk anggota pasukan khusus," tulis buku putih tersebut.
(abm)