Menhan Tak Soal Jika Helikopter AW-101 Dikembalikan

Prima Gumilang, Christie Stefanie, & M Andika Putra | CNN Indonesia
Selasa, 07 Feb 2017 20:09 WIB
Spesifikasi Helikopter AW-101 sesuai kebutuhan TNI AU, namun pemerintah tidak setuju dengan pembelian pesawat tersebut karena dianggap terlalu mahal.
Ilustrasi Helikopter AgustaWestland AW-101. (Foto: Dok. Wikipedia/Fox52)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu tidak mempermasalahkan jika Helikopter AgustaWestland AW-101 dikembalikan. Dia mendukung pembatalan pembelian pesawat buatan Italia itu, meskipun masih menunggu hasil investigasi.

"Kalau dikembalikan itu (AW-101) enggak ada (kerugian) apa-apa," kata Ryamizard saat ditemui di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Selasa (7/2).

Dia mengatakan, spesifikasi AW-101 sesuai kebutuhan TNI AU. Namun pemerintah tidak setuju dengan pembelian pesawat tersebut karena dianggap terlalu mahal. Satu unit heli diperkirakan mencapai US$55 juta atau setara dengan Rp752 miliar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau kebutuhan sih bagus, tapi mahalnya itu. Kalau kita kan sudah bisa buat di PTDI (PT Dirgantara Indonesia). Kenapa enggak PTDI saja, kan itu maunya presiden," kata Ryamizard.
Helikopter buatan PTDI yang dimaksud Ryamizard adalah Super Puma EC-225. Harga satu unit pesawat ini dinilai lebih terjangkau, maksimal sekitar US$40 juta. Selain itu, perawatan dan pengadaan suku cadang Super Puma juga dianggap lebih murah dan terjamin.

Ryamizard menuturkan, pengadaan AW-101 sebelumnya disusun oleh Kementerian Sekretariat Negara untuk pesawat angkut VVIP presiden. Namun Presiden Joko Widodo menolak rencana pembelian tersebut dan memilih helikopter buatan PTDI.

"Kalau (pesawat) kepresidenan tidak lewat Kemhan, tapi lewat Setneg. Tadinya memang untuk presiden, tapi presiden enggak setuju karena memang mahal, jadi ditarik lagi," kata Ryamizard.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Hadi Tjahjanto menjelaskan, Kemhan tidak mengetahui setelah helikopter tersebut ditolak Presiden Jokowi, proses pengadaannya terus berlanjut. Namun peruntukan heli itu diubah, dari VVIP presiden menjadi pesawat angkut militer. Pengadaannya bukan lagi oleh Kemsetneg, tapi TNI AU.

"Semua dokumen (pengadaan) itu adalah Angkatan Udara. Namun pada waktu itu untuk dukungan administrasinya dari Kementerian Pertahanan, untuk bisa mencairkan (anggaran) semuanya kan dari Kementerian Pertahanan," kata Hadi.
Mantan Sekretaris Militer Presiden Jokowi ini menegaskan, pihak TNI AU sedang menginvestigasi pengadaan AW-101 tersebut. Hadi yang dilantik sebagai KSAU pada 18 Januari lalu itu akan menyinergikan hasil penyelidikannya dengan investigasi yang dilakukan Mabes TNI.

"Memang pada waktu itu sebetulnya untuk angkut pasukan. Sehingga itulah yang menjadi titik poin kita untuk menginvestigasi," katanya.

Investigasi itu akan mengusut mulai dari perencanaan pembelian AW-101, proses pengadaannya hingga pesawat itu datang ke Indonesia. Selain itu, pihaknya juga akan menelusuri dokumen terkait.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta. (CNN Indonesia/Joko Panji Sasongko)
Melanggar Undang-undang?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan Pasal 43 disebutkan, pengguna (TNI) wajib menggunakan alat pertahanan dan keamanan produksi dalam negeri.

Namun apabila alat pertahanan belum dapat dipenuhi industri pertahanan dalam negeri, pengguna (TNI) dan industri pertahanan (PTDI) dapat mengusulkan kepada Komite Kebijakan industri Pertahanan (KKIP) untuk menggunakan produk luar negeri, melalui proses langsung antar pemerintah atau kepada pabrikan. Hal itu diatur dalam Pasal 43 ayat 3.

Pengadaan itu harus memenuhi beberapa persyaratan di antaranya, mengikutsertakan partisipasi industri pertahanan, kewajiban alih teknologi, jaminan tidak adanya embargo, adanya imbal dagang, kandungan dan ofset paling rendah 85 persen.
Wakil Ketua Pelaksana KKIP Marsekal Madya (Purnawirawan) Eris Herryanto menyatakan, selama ini pihaknya tak pernah menerima usulan pengadaan helikopter AgustaWestland AW101. Padahal sesuai amanat undang-undang tersebut, koordinasi pengadaan alat pertahanan dan keamanan dilaksanakan berdasarkan ketetapan dari KKIP.

"Kami tidak pernah diminta untuk ofsetnya, sehingga kami tidak proses, jadi kami tidak tahu apakah itu sudah proses pengadaan atau belum," ujarnya saat dihubungi CNNIndonesia.com.

Selain itu, Eris menjelaskan, pengadaan alat pertahanan bisa diajukan oleh tiga pihak terkait. Pengadaan yang bersifat pembangunan kekuatan merupakan kewenangan menhan. Pengadaan yang bersifat penggunaan kekuatan, menjadi kewenangan panglima TNI. Sedangkan pengadaan untuk pembinaan kekuatan, adalah kewenangan kepala staf angkatan.
Dalam konteks pengadaan AW-101 untuk pesawat angkut pasukan, kata Eris, merupakan kewenangan KSAU. Meski demikian, antara KSAU, panglima TNI, dan menhan harus saling berkoordinasi dan mengetahui pengadaan tersebut.

"Iya, seharusnya (pengadaan AW-101) diketahui ketiganya, karena itu selalu dikoordinasikan. Ada yang disebut sistem pertahanan udara, bottom-up dan top-down," jelasnya.

Di tempat terpisah, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menduga ada motif kepentingan di balik pembelian AW-101. Pendapatnya itu didasari pernyataan menhan dan panglima TNI yang seolah saling lepas tanggung jawab karena tidak mengetahui pembelian helikopter tersebut.

"Saya kira (ada) motif kepentingan. Bisa terkait dengan pesawat, bisa juga ada motif lain," kata Fadli di kompleks DPR, Selasa (7/2).
Fadli mengatakan, pembelian AW-101 harus dibuka secara transparan bila ingin mengetahui proses pengadaannya. Ia meminta TNI menjalakan mekanisme yang baku dalam pembelian alutsista.

"Kalau terjadi tarik menarik, itu pasti ada kepentingan. Sekarang tinggal diurut saja dari mana dokumen itu, dan seperti apa (isinya). Dari situ kita bisa tahu siapa yang mengajukan, siapa yang membeli, siapa yang diuntungkan atau apa," kata Fadli.

Helikopter itu saat ini berada di salah satu hanggar TNI AU Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Hingga kini belum ada proses serah terima alutsista tersebut, lantaran menunggu hasil investigasi yang dilakukan TNI AU. (pmg/asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER