Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi I DPR tidak mau mencampuri persoalan pembelian helikopter AgustaWestland 101 yang melibatkan Tentara Nasional Indonesia dan Kementerian Pertahanan. DPR hanya akan meminta pemaparan hasil investigasi pengadaan alutsista tersebut.
"Komisi I sepakat masalah itu diselesaikan di pemerintah, setelah itu dipaparkan ke DPR terkait hal-hal yang perlu diketahui," kata Wakil Ketua Komisi I Tubagus Hasanuddin, Rabu malam (8/2).
Hasanuddin menuturkan, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu sepatutnya menyelesaikan persoalan yang muncul antara kedua lembaga mereka. Ia berkata, selama ini pengadaan alutsista tidak pernah bermasalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tahun 2002 sampai 2017, hubungan kerja dalam hal pengadaan baik-baik saja. Sampai sekarang Komisi I punya pengalaman baik dengan menhan dan panglima TNI yang dulu," ucap Hassanudin.
Terkait helikopter AW 101, Hasanuddin menyebut seharusnya TNI dan Kemhan mengetahui proses pengadaannya. Ia merujuk pernyataannya pada alur perencanaan dan pembelian alat pertahanan.
Hasanuddin berkata, setelah perencanaan ditetapkan masing-masing matra, pengajuan pembelian alutsista dibawa ke Mabes TNI sebelum akhirnya dilanjutkan ke Kemhan untuk disetujui.
"Jadi seluruh rangkaian itu mengisyaratkan TNI dan Kemhan itu seharusnya tahu (pengadaan helikopter AW 101)," kata Hasanuddin.
Pengamat pertahanan dari Universitas Padjajaran Muradi heran dengan Gatot dan Ryamizard yang mengaku tak mengetahui proses pembelian helikopter angkut berat tersebut.
"Tidak mungkin TNI AU langsung membeli tanpa verifikasi Mabes TNI dan Kemhan. Mekanismenya kan seperti itu," ujar Muradi melalui sambungan telepon.
Muradi menduga pengadaan helikopter tersebut menuai polemik karena pembeliannya yang tidak sesuai prosedur. Ia menilai pengadaan itu tidak bersistem
bottom-up melainkan
top-down karena kedekatan oknum pejabat tinggi yang memiliki kedekatan dengan penyedia alutsista.
"Selama ini prosedurnya berantakan karena sering kali potong kompas," kata Muradi.
(abm/rdk)