Jakarta, CNN Indonesia -- Helikopter AgustaWestland 101 tiba di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, pekan lalu. Kedatangan alat angkut berat itu memantik pertanyaan tentang lembaga yang memesan helikopter tersebut.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo bicara dengan nada tinggi soal helikopter itu dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR, Senin (6/2) kemarin.
"TNI sama sekali tidak tahu," ujar Gatot. Dalam kalimat bersayap ia berkata, hiruk-pikuk pembelian helikopter AW-101 harus menjadi pelajaran bagi perwira tinggi militer yang nantinya akan duduk di pucuk pimpinan TNI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya harus mempersiapkan adik-adik saya yang akan jadi Panglima TNI supaya bisa mengontrol dari atas sampai bawah dan segi anggaran juga," tuturnya.
Usai rapat tertutup dengan komisi pertahanan, Gatot kembali menyatakan ketidaktahuannya tentang proses pengadaan helikopter AW-101. "Saya memang tidak tahu," ucapnya.
Gatot berkata belum dapat berbicara banyak tentang helikopter itu. Yang jelas, kata dia, Presiden Joko Widodo melarang pembelian tersebut. Ia kini menunggu hasil investigasi atas pembelian itu.
Pada hari yang sama, saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu serupa dengan Gatot. Ia berkata, institusinya sejak awal tidak sepakat soal pembelian helikopter angkut itu.
"Kami dari dulu bilang tidak," ujarnya. Ryamizard berujar, proses pengadaan helikopter itu sedang dikaji ulang. Untuk memenuhi kebutuhan helikopter kepresidenan dan angkut berat TNI AU, Kemhan merekomendasikan produk lokal.
Helikopter yang dimaksud Ryamizard adalah heli super puma yang dibuat PT Dirgantara (Persero) di bawah lisensi pabrikan Perancis, Eurocopter.
Merujuk keterangan Kepala Staf TNI AU Marsekal Hadi Tjahjanto, dua helikopter lokal itu adalah seri L2 Super Puma untuk keperluan aviasi sipil kepresidenan dan EC 725 Cougar untuk alat angkut militer.
Basarnas merupakan lembaga negara yang telah lebih dulu membeli helikopter AgustaWestland dari pabrikan Italia, Leonardo. Mereka menggunakan heli itu untuk keperluan SAR. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Pesanan TNI atau Kemhan?Saat dikonfirmasi tentang proses pengadaan alutsista, Gatot secara singkat menyebut peraturan menteri pertahanan tentang sistem perencanaan pembangunan pertahanan negara. Menurutnya, aturan itu mengubah pemegang kewenangan dan tahapan pengadaan alutsista.
Anggota Komisi I Andreas Hugo Pareira menyebut peraturan tersebut membuat proses pengadaan menjadi sentralistik. Ia mengatakan, Kemhan belum memaparkan alasan di balik sistem tersebut kepada DPR.
"Anggaran memang
bottom-up, tapi keputusan sangat sentralistik. Itu yang menyebabkan TNI dan Menhan tidak terlalu sinkron," ucapnya.
Soal helikopter AW-101 yang sudah terlanjur dibeli dan tiba di Halim, Andreas menyebut TNI dan Kemhan berkeras menolak bertanggung jawab.
"Saling lempar bola. Aturannya kan harus dari bawah, tapi dia bilang tidak mengusulkan. Yang di atas juga bilang enggak tahu, terus siapa yang memesan," kata Andreas.
Adapun, Ryamizard berkata, pembelian alat pertahanan harus selalu melalui koordinasi antara Kemhan dan masing-masing matra.
"Kamu mau apa? Kamu mau apa? Kaji bersama angkatan laut, darat, dan udara. Kemhan dan TNI jadi satu grup membahas, bukan TNI saja, bukan Kemhan saja," tutur Ryamizard.
Lepas dari polemik ini, Hadi Tjahjanto telah membentuk tim investigasi yang menurutnya baru bekerja secara efektif selama tiga hari. Namun ia tidak memberikan tenggat waktu kerja tim tersebut.
"Kami pelan-pelan, yang penting tim tahu masalahnya karena barangnya sudah ada di Indonesia," ujarnya di Gedung DPR, kemarin.
Tim investigasi tersebut berjumlah 10 hingga 12 perwira TNI AU. Mereka wajib meneliti proses perencanaan, pengadaan, dan menelisik pengiriman helikopter berharga senilai US$55 juta yang telah tiba di Halim itu.
"Nanti akan ada kesimpulan dari tim investigasi yang saya sampaikan. Saya sengaja menyerahkan semuanya kepada mereka, tidak ada intervensi," kata Hadi.
(abm/pmg)